Let’s Eat Season 2 | Episode 4 - 1
“Pada zaman dahulu kala di dekat gunung Geumkang, tinggal seekor beruang betina. Beruang itu telah menjalani kehidupan sepi yang panjang. Suatu hari dia bertemu seorang pria yang terdampar di sungai. Beruang itu jatuh hati pada pandangan pertama dan membawa pria itu ke dalam gua.
Pria itu sadarkan diri dan berusaha melarikan diri, tapi dia tidak bisa. Saat beruang pergi berburu, dia menutup pintu gua dengan baru besar, sehingga pria itu tidak bisa kabur. Waktu berlalu, mereka mempunyai anak.”
Soo Ji heran dengan cerita yang baru saja dia ceritakan itu. Jika beruang kesepian, seharunya dia berpasangan dengan beruang lain. Dan bukankah beruang itu memakan manusia?
Belum mendapat jawabannya, Dae Young muncul menegur Soo Ji yang bicara sendiri. Dae Young lalu menyebut Soo Ji pamer karena menulis di café. Soo Ji menyuruh Dae Young pergi jika hanya ingin menganggunya, karena dia sibuk. Tapi Dae Young malah duduk dan melihat apa yang sedang ditulis Soo Ji.
Soo Ji menjelaskan kalau dia hendak menghubungkan cerita beruang dengan makanan yang dia perkenalkan. Dae Young mengenal cerita itu, saat mereka SD mereka sering piknik ke gunung itu. Dae Young melanjutkan cerita beruang itu.
“Beruang mulai lebih percaya pada pria itu. Tampaknya pria itu tidak akan melarikan diri saat dia punya dua anak. Hingga suatu hari saat dia tidak menutup pintu gua, pria itu melarikan diri. Beruang yang menangis meminta pria itu kembali, tampak mengerikan baginya. Beruang yang merasa dikhianati pria itu mengakhiri hidupnya dan anaknya.”
Soo Ji menggebrak meja sambil mengumpat. Dia kesal pada pria itu yang melarikan diri, padahal beruang sudah padanya dan mereka punya anak bersama. Soo Ji yakin banyak kasih sayang tumbuh pada saat itu. Dae Young heran, kenapa Soo Ji marah hanya karena sebuah cerita.
Soo Ji membenarkan, cerita itu tidak masuk akal. Bagaimana bisa seekor beruang dan seorang manusia memiliki anak. Dae Young semakin heran, apakah sebagai seorang penulis Soo Ji tidak tahu tentang perumpamaan? Soo Ji tak mengerti maksud Dae Young.
“Beruang itu bukan beruang sungguhan, tapi seorang wanita yang mirip dengan beruang sepertimu. Wow, mungkinkah ini cerita kehidupanmu?”
Soo Ji kesal. Dae Young menyarankan Soo Ji untuk tidak menyeret Sang Woo begitu saja, nanti Sang Woo kabur seperti pria itu. Soo Ji semakin kesal. Dia menyuruh Dae Young pergi.
Dae Young berdiri dan bergumam kalau ‘beruang’ Soo Ji sama dengan beruang itu. Dan dia merasa menjadi orang yang menyedihkan karena mencoba menyatukan beruang dan manusia (Soo Ji dan Sang Woo). Soo Ji kembali menyuruh Dae Young pergi.
***
Dae Young makan bersama nenek dan dua temannya. Teman nenek senang karena Dae Young tidak pilih-pilih makanan. Dae Young lalu mencicipi kue beras mugwort buatan nenek. Kemudian dia melihat Soo Ji pulang dari pintu rumah nenek yang terbuka. Dae Young menyapa Soo Ji.
Nenek mengajak Soo Ji mampir dan mencicipi kue beras yang dia buat. Tapi Soo Ji menolak dan segera pergi. Nenek lalu mengeluh, sudah setahun sejak Soo Ji pindah tapi Soo Ji masih tetap angkuh. Dae Young menjelaskan kalau Soo Ji tidak menolak dengan sengaja, tapi itu karena dia sedang diet.
Nenek heran mendengarnya, kenapa Soo Ji diet saat Soo Ji sudah kurus. Dae Young bilang Soo Ji dulunya gendut. Nenek bertanya, segendut apa? Apa seperti temannya. Dae Young menunjukkan kegendutan Soo Ji dengan melebarkan tangan ke udara.
“YA!” Soo Ji menatap Dae Young dengan kesal dari pintu.
Dae Young keget ternyata Soo Ji masih ada disana. Dae Young lalu pamit pada nenek dan temannya untuk pergi ke Seoul. Nenek tertawa, Dae Young dalam masalah besar sekarang (karena meledek Soo Ji).
***
Soo Ji sedang berolahraga sambil menatap foto Sang Woo, tentu saja. Soo Ji bertekad, saat Sang Woo di Seoul selama akhir pekan, dia akan menurunkan berat badan 5 kg lagi. Soo Ji senang karena Sang Woo mengingat namanya, yang berarti mereka sedikit lebih dekat sekarang.
Soo Ji mendapat telepon dari pengantar kiriman barang, tapi Soo Ji bilang dia tidak di rumah dan meminta pengantar menyimpannya di depan pintu. Soo Ji kesal dia tidak bisa membuka pintu untuk sembarang orang karena wanita yang tinggal sendirian selalu menjadi korban kriminal. Karena itulah Soo Ji merasa dia harus menikah.
Ada suara seseorang menaiki tangga lalu menggedor pintu beberapa kali. Soo Ji waspada dan mengintip lewat lubang pintu. Ternyata itu adalah Taek Soo. Soo Ji bernafas lega.
Ada pesan masuk dari pengantar barang yang bilang kalau paket Soo Ji disimpan di depan pintu, tapi nyatanya tidak ada. Soo Ji meneleponnya kembali, dan ternyata paket Soo Ji terbawa ke apartemen atap. Dan Soo Ji harus mengambilnya sendiri.
Taek Soo memencet bel dan mencoba menghubungi Dae Young, tapi pintu tidak dibuka dan telepon tidak diangkat. Soo Ji keluar. Taek Soo menyapa Soo Ji, tapi Soo Ji berlalu begitu saja setelah menunjukkan wajah juteknya. Taek Soo memencet bel lagi.
Soo Ji pergi ke gedung apartemen tetangga. Lalu menaiki tangga untuk kea tap. Soo Ji bergumam, apakah itu adalah hukuman dari pengatar barang (karena dia berbohong tidak dirumah). Tapi kemudian dia menganggap perjalanannya ke atap sebagai latihan.
“Oh, Baek Soo Ji, karena kehidupan kencanmu membaik, kau menjadi lebih positif.” Soo Ji memuji dirinya sendiri.
Tapi kemudian dia kesal, jika dia naik tangga sambil memakai heels, kalori yang terbakar akan semakin banyak. Soo Ji sampai di atap dengan kelelahan, dan merasa dirinya sudah menua.
Dari atap Soo Ji melihat atap villa tempat tinggalnya yang pernah Dae Young sebut. Ada sebuah kontainer disana, Soo Ji menduga itu adalah gudang.
Penghuni apartemen atap itu keluar dan menegur Soo Ji. Soo Ji pun memperkenalkan diri dan menyebutkan maksudnya kesana. Setelah menemukan paketnya, Soo Ji berterima kasih dan pamit kembali.
***
Taek Soo membuka tasnya, lalu mengenakan sarung tangan plastik. Dengan gaya detektif, dia menyemprotkan air dari spray (apa minyak wangi ya?) ke kunci pintu rumah Dae Young. Menaburkan bedak, lalu menempelkan plastik anti gores ponsel. Ya, Taek Soo mencoba menemukan sidik jari Dae Young untuk mengetahui passcode pintu itu.
Setelah menarik kembali plastik dengan gaya lebaynya, Taek Soo terkejut sidik jari hanya ada di satu tempat.
“0000? Aish.. Pria ini lebih bodoh daripada yang aku pikirkan. Aish.”
Taek Soo berhasil masuk dengan passcode tadi. Dia mengambil minum dan berbaring di kasur Dae Young. Lalu Dae Young menelepon, dia tadi sedang bertemu dengan klien, jadi tidak bisa mengangkat telepon Taek Soo. Taek Soo lalu menyombongkan diri karena berhasil masuk ke rumah Taek Soo.
“Apa kau pikir aku tidak akan bisa masuk hanya karena kau tidak memberitahuku passwordnya? Di masa lalu aku adalah seorang detektif seperti yang kau tahu.” Taek Soo tertawa.
Dae Young kesal, seseorang yang pernah menjadi detektif kriminal bisa mendobrak masuk ke rumah orang lain. Taek Soo bilang dia menunjukkan betapa dia menyesal dengan membawa minuman, dan menyuruh Dae Young untuk segera pulang.
Tapi Dae Young tidak bisa pulang. Dia sedang di Seoul untuk menghadiri pernikahan, jadi dia hendak bertemu dengan beberapa temannya dan kembali besok.
Dae Young kembali ke mobilnya. Dia masih heran bagaimana Taek Soo bisa tahu passwordnya. Dae Young merasa dia harus mengganti lagi passwordnya. Kemudian Dae Young melihat seseorang yang dia kenal dari kejauhan. Orang itu tampak mabuk dan bicara dengan bebasnya dengan dua temannya.
Dae Young melongo. Itu adalah Sang Woo.
***
Pagi hari. Nenek mencari-cari Happy untuk memberinya makan. Tapi Happy tidak ada. Nenek menduga Happy pergi mengikuti anjing lain. Nenek jadi merasa ikan campur nasi yang dia buat menjadi sia-sia. Nenek terus memanggil Happy.
Soo Ji bersusah payah mengeluarkan cucian dari mesin cuci. Soo Ji mengeluh, saat dia menikah dia akan mengganti mesin cucinya menjadi mesin cuci yang punya pengering. Saat menjemur baju, Soo Ji terkejut melihat punting rokok yang berserakan di lantai balkonnya. Soo Ji kesal dan memikirkan satu tersangka.
Soo Ji berkacak pinggang di depan rumah Dae Young. Dengan muka bantal, Dae Young membuka pintu. Dae Young menanyakan maksud Soo Ji, apakah gantungan bajunya jatuh lagi? Karena sebelumnya dia mendengar mesin cuci Soo Ji menyala.
Dengan kesal Soo Ji menunjukkan punting rokok, dan menanyakan apakah itu perbuatan Dae Young? Tidak ada orang dilantai tiga, jadi itu artinya seseorang merokok di atap dan membuangnya. Dia tidak merokok, nenek juga. Jadi dia menduga Dae Yong lah yang merokok. Dae Young bilang dia tidak merokok. Soo Ji tidak percaya.
“Kau benar-benar… Haruskah aku menciummu agar kau percaya padaku? Apa kau ingin aku melakukannya? Ini.” Dae Young memonyongkan bibirnya ke arah Soo Ji.
Soo Ji memukul bibir Dae Young, jangan harap Dae Young mendapatkannya. Jika bukan Dae Young, Soo Ji menduga Taek Soo pelakukan. Tapi Dae Young bilang Taek Soo juga tidak merokok, hanya hobi minum saja. Soo Ji pun bingung siapa yang merokok.
Dae Young menduga mungkin saja itu pengantar koran Soo Ji, atau pengantar Jajangmyun. Dae Young menguap. Soo Ji heran kenapa Dae Young masih tidur. Dae Young bilang kalau dia telat kembali dari Seoul jadi dia tidak bisa istirahat. Dae Young juga memberitahu kalau dia bertemu Sang Woo di Seoul.
“Apa? Kalian berdua bertemu? Kau membuat janji?” Soo Ji antusias.
“Tidak, aku tidak sengaja melihatnya di jalan, tapi dia terlihat berbeda.”
“Bagaimana?” Soo Ji semakin antusias.
“Dia telihat seperti pria biasa, tapi bagaimana kepribadian biasanya?”
Soo Ji menjelaskan. Seperti yang Dae Young tahu, Sang Woo itu sopan dan ramah.
Dae Young meminta penjelasan, apakah yang Soo Ji maksud sopan itu dia menjaga jarak dari orang lain?
Seperti saat mereka makan terakhir kali, semua orang pergi ke restoran khusus tapi Sang Woo pergi sendiri ke restoran biasa. Dae Young berpendapat, meskipun dia sepertinya baik hati pada orang lain, dia kukuh tentang apa yang dia inginkan. Soo Ji membela Sang Woo. Dia hanya tahu dengan jelas apa yang dia inginkan.
“Pernahkah kau melihat orang itu tersenyum cerah atau sangat lebar?”
“Tidak, dia selalu hanya tersenyum kecil atau tidak berekspresi. Tidakkah kau pikir dia selalu siap terlihat keren?” Soo Ji tersipu-sipu.
“Itu bukan keren, tapi berbahaya. Orang-orang yang selalu terlihat siap akan meledak suatu hari nanti. Contohnya dia akan memukul seorang wanita atau melakukan kejahatan.”
Soo Ji kesal. Dia menuduh Dae Young hendak mundur. Soo Ji mengancam De Young agar jangan berani membuat masalah, karena itu adalah pelanggaran kontrak. Jika Dae Young membatalkan kontrak, Soo Ji akan membalas dendam pada Dae Young meskipun harus mengejarnya sampai ke ujung dunia.
Bukan begitu maksud Dae Young. Soo Ji kan bilang selama ini dia mengencani pria yang tidak baik, jadi Dae Young tidak percaya cara pandang Soo Ji terhadap pria. Soo Ji beralasan itu karena dia berkencan dengan orang yang mendekatinya, bukan dia yang memilih mereka.
“Saat itu jika mereka mengatakan bahwa mereka menyukaiku, aku bersyukur dan tidak mempedulikan hal lain. Tapi kali ini berbeda. Lebih dari itu tempat kerjanya sudah pasti.”
“Apa kau hanya melihat tempat kerja pria?”
“Ya, seperti bagaimana pria hanya melihat wajah wanita. Jadi, jangan katakan hal lain dan bersiap untuk tingkat selanjutnya.” Soo Ji lalu berjalan pergi.
Dae Young berkata sendiri, Soo Ji bahkan tidak melihat hal yang paling penting yaitu kepribadian. Dae Young menyebut pandangan Soo Ji sia-sia. Dae Young lalu mendesah, tidak ada yang bisa dilakukan selain dia bertanya sendiri pada Sang Woo.
Dae Young lalu menghubungi Sang Woo dan mengajaknya bermain bola dengan alasan Dae Young kekurangan orang.
***
Nenek menemukan Happy di atap. Nenek bilang ‘dia’ mengambilnya. Ahjumma kesal dan menyebut ‘dia’ gila. Bagaimana jika ‘dia’ tertangkap oleh Dae Young dan Soo Ji. Nenek bilang ‘dia’ pasti sangat kesepian hingga membawa Happy ke atas. ‘Dia’ kehilangan interaksi dengan orang-orang, dan karena keadaannya, dia juga tidak bisa keluar.
Soo Ji lalu datang dan meminta Ahjumma mengunci pintu atap agar tidak ada orang yang bisa naik. Soo Ji memberitahu bahwa seseorang merokok disana dan membuang puntung rokok ke balkonnya. Ahjumma mengerti dan akan mengurusnya.
Nenek heran dengan apa yang terjadi karena Ahjumma kan mengunci pintu. Ahjumma kesal, dia menuduh ‘dia’ yang merokok. Setelah mengambil Happy dan merokok, ‘dia’ ternyata benar-benar bersiap untuk tetangkap.
Tapi nenek tidak berpikir demikian, dia tidak mungkin merokok. Kemana dia bisa pergi membeli rokok saat dia bahkan tidak bisa keluar. Ahjumma tidak mau tahu dan hendak pergi menegurnya. Nenek meminta Ahjumma untuk tidak terlalu keras padanya karena dia sudah menyedihkan.
***
Dae Young dan Sang Woo sedang berganti pakaian. Sang Woo tidak tahu kalau ada liga sepakbola disana. Dae Young berkata bahwa rumor mengatakan di Sejong tidak ada tempat yang menyenangkan atau tidak ada yang bilang dilakukan, itu tidak benar. Jika diteliti, ada banyak hal yang bisa dilakukan seperti di Seoul.
Sang Woo bilang untuk orang yang baru saja pindah Dae Young tahu lebih banyak daripada dirinya yang sudah di Sejong selama dua tahun. Sang Woo berpikir tidak ada hal lain di Sejong selain gedung pemerintahan dan apartemen.
“Oh.. itulah mengapa kau pergi bermain di Seoul.” Ujar Dae Young.
Sang Woo menegang. Dae Young memberitahu bahwa dia melihat Sang Woo kemarin di Seoul, dan Sang Woo terlihat cukup mabuk. Sang Woo tampak gugup, dan menyangkal kalau itu bukan dia. Sang Woo lalu pamit pergi duluan.
Saat Dae Young memanggilnya kembali, Sang Woo terus berkata kalau itu bukan dia. Padahal Dae Young ingin memberitahu kalau Sang Woo belum memakai celana. Hehe. Sang Woo bergegas mengambil celana dan memakainya sambil berjalan. Dae Young merasa aneh dengan sikap Sang Woo.
Permainan bola dimulai. Dae Young dan Sang Woo tampak menikmati permainan.
Hingga kemudian Dae Young ternganga mendengar Sang Woo mengumpat karena gawang timnya kebobolan. Sang Woo terkejut karena dia keceplosan bicara, dan gugup melihat Dae Young yang mendengarnya. Saking gugupnya, San Woo malah menangkap bola dengan tangannya.
Saat mandi, shampoo Dae Young terjatuh. Seseorang mengambilnya dan mendekat pada Dae Young. Dae Young yang habis membasuh muka membuka mata dan terkejut melihat orang itu tepat di sampingnya. Sang Woo.
Sang Woo bilang bahwa apa yang Dae Young pikirkan memang benar. Itu adalah dia, orang yang Dae Young lihat di Seoul. Dae Young pun bertanya, mengapa sebelumnya Sang Woo menyangkal. Ternyata Sang Woo ingin menyembunyikannya karena seharusnya seperti seorang Pegawai Administrasi tidak bersikap seperti itu.
Dae Young tampak canggung, apalagi setelah ada orang lain di dekat mereka. Dae Young bilang jika mereka, dua pria, berdiri seperti itu di tempat mandi orang-orang akan memikirkan hal yang aneh. Dae Young mengajak Sang Woo ke bak mandi. Sang Woo pun baru sadar.
Sang Woo memberitahu Dae Young, bahwa dia tidak menjalani kehidupan yang teladan. Dia suka bermain dan mengatakan banyak hal kotor dengan teman-temannya. Tapi jika dia menunjukkan sisi itu, orang-orang akan berpikir kalau dia aneh, jadi dia mencoba jadi sangat berhati-hati di sekitar Sejong.
Dae Young memastikan apa alasan lain untuk melakukan itu. Karena menurutnya yang penting Sang Woo tidak melakukan hal yang illegal. Sang Woo menggeleng. Tidak seperti itu untuk pegawai negri. Dan lagi Sejong adalah lingkungan yang hebat untuk gossip, bahkan kesalahan kecil pun akan menjadi rumor.
“Jadi, tolong rahasiakan hal ini dari Penulis Baek.”
“Soo Ji, juga? Aku pikir akan baik-baik saja.”
“Tidak. Kau perlu lebih dan lebih lagi berhati-hati terhadap orang yang bekerja denganmu. Aku mohon.”
Dae Young pun akhirnya mengiyakan. Sang Woo berterima kasih.
***
Soo Ji mengangkat pakaian yang tadi dia jemur. Kemudian Soo Ji kesal, karena kemejanya ada yang terkena puntung rokok. Soo Ji hendak ke atap, tapi pintu ke lantai 3 terkunci. Soo Ji kembali turun. Setelah Soo Ji turun, tampak sekelebat bayangan dari pintu rumah di lantai 3 terbuka.
Nenek meminta Ahjumma mengajarinya mengirim surat melalui komputer (email). Nenek bilang dia kemarin belajar di pusat kebudayaan, tapi nenek lupa. Ahjumma yang sedang sibuk membaca beberapa dokumen merasa heran kenapa nenek mempelajari hal itu, karena nenek tidak punya tempat untuk mengirimnya. Nenek bahkan tidak punya komputer di rumah.
“Jadi, apa yang kau katakan? Apa kau memarahiku hanya karena menyentuh komputer ini? Baik, aku juga akan membeli komputer. Pelit. Berikan padaku uang sewa tiga bulan yang aku berikan padamu bulan lalu karena kau bilang kau tidak punya uang.”
Mendengar ancaman nenek, mau tak mau Ahjumma pun bersedia mengajari nenek. Tapi belum sempat Ahjumma mengajari nenek, Soo Ji datang memastikan bahwa Ahjumma sudah mengunci pintu atap. Dengan kesal Soo Ji menunjukkan kemejanya yang berlubang terkena puntung rokok.
“Tidak mungkin. Dia tidak merokok di atap.” Ujar nenek keceplosan.
“Apa? Siapa?” Tanya Soo Ji.
Ahjumma buru-buru menjelaskan, nenek tidak bermaksud menyebut seseorang tapi nenek mengatakan tidak ada seorangpun yang naik ke atas karena pintunya dikunci. Ahjumma bilang mungkin saja seseorang membuang puntung rokok itu dari bawah.
Soo Ji merasa itu tidak mungkin, bagaimana bisa seseorang melemparnya ke lantai dua. Jika bukan, Ahjumma menduga seseorang dari gedung sebelah yang merokok dan membuangnya ke gedung mereka. Soo Ji juga merasa itu tidak mungkin, karena apartemen tetangga itu sangat jauh.
Ahjumma kesal sendiri karena Soo Ji selalu bisa membantah. Sambil melemparkan kembali kemeja Soo Ji, Ahjumma bilang puntung rokok itu bisa terbang ke balkon Soo Ji karena angin. Pokoknya itu bukan dari atap mereka.
Kalau begitu Soo Ji meminta Ahjumma memasang CCTV di gedung mereka. Ahjumma tak percaya mendengar Soo Ji memintanya memasang CCTV yang mahal itu untuk menangkap orang yang merokok.
Soo Ji bilang bukan hanya karena puntung rokok, tapi seperti yang sudah dia katakan beberapa kali, bahwa siapapun bisa masuk ke villa mereka karena tidak adanya pintu keamanan. Karena adanya masalah kriminal, Soo Ji pikir memasang CCTV akan menjadi ide yang bagus.
Ahjumma tertawa, meminta Soo Ji untuk tidak memikirkan kejahatan di kota mereka. Nenek saya yang selalu membuka pintu rumahnya tidak pernah kedatangan pencuri. Nenek membenarkan, di masa lalu mereka hidup dengan pintu terbuka lebar.
“Tapi itu dimasa lalu! Sejak gedung pemerintahan dibangun dan pertumbuhan populasi, kejahatan meningkat jauh di lingkungan ini dalam beberapa tahun.”
“Benarkah?” Nenek tampak terkejut. “Aku melihat sesuatu telah berubah di kota ini.”
Soo Ji senang mendengar nenek sependapat dan mengajaknya memasang pintu keamanan di villa mereka. Ahjumma menyela dengan menanyakan seberapa banyak puntung rokok yang terjatuh di rumah Soo Ji. Ahjumma bilang dia ingin melihatnya sendiri. Ahjumma lalu mengikuti Soo Ji dan meminta nenek menjaga kantor.
Ahjumma pergi ke rumah Soo Ji dan menyaksikan sendiri kalau banyak puntung rokok disana. Soo Ji meminta Ahjumma memasang pintu keamanan atau CCTV. Ahjumma lalu bertanya apakah bukan Soo Ji yang merokok, karena dia dengar banyak penulis yang merokok. Soo Ji bilang jika dia yang merokok, kenapa dia mengadu pada Ahjumma.
Ahjumma masuk kembali ke rumah Soo Ji. Ahjumma bilang dia hanya penasaran karena wallpaper putih kelihatan berubah menjadi kekuning-kuningan. Ahjumma tertawa. Lalu Ahjumma menegur Soo Ji yang memaku dinding dan tidak meminta ijin.
Tak hanya itu, Ahjumma menegur Soo Ji yang tidak mematikan gas. Hal ini lebih berbahaya daripada puntung rokok. Jika Soo Ji tidak hati-hati, tidak hanya pakaian tapi seluruh rumah akan terbakar. Ahjumma juga menegur Soo Ji yang belum mencuci piring.
“Agashi! Apa kau tidak tahu bagaimana rasanya ada banyak kecoa dimana-mana? Mereka terbang, merayap dan berlari dimana-mana! Hanya karena ini bukan rumahmu sendiri, apa kau pikir itu benar untuk hidup seperti ini?”
Ahjumma marah-marah pada Soo Ji, membuat Soo Ji sedikit tidak enak menanyakan tentang CCTV itu. Ahjumma bilang karena mereka tidak punya CCTV makanya uang sewanya murah. Jika Soo Ji memintanya memasang CCTV yang lebih mahal daripada harga sewa, Ahjumma meminta Soo Ji untuk berpikir di tempatnya.
“Jika kau menulis sebuah buku dan seorang pembaca membacanya. Lalu pembaca memintamu untuk membeli kacamata karena matanya menjadi rusak. Bagaiman perasaanmu?”
Soo Ji tak percaya Ahjumma berkata seperti itu. Ahjumma melanjutkan, dia menyuruh Soo Ji membeli sendiri CCTV itu dan memasangnya. Atau Soo Ji bisa menjemur pakaiannya di dalam. Bahkan sambil berjalan Ahjumma bergumam, mengeluhkan Soo Ji yang mengharapkan standar apartemen saat Soo Ji hanya membayar sewa 320 ribu won.
Soo Ji kesal, campur tak percaya dengan semua yang dia dengar.
Nenek yang sudah menunggu di luar villa bertanya apa yang terjadi pada Ahjumma. Ahjumma bilang dia hanya menyuruh Soo Ji menjemur pakaiannya di dalam.
Nenek memastikan jika sebelumnya Ahjumma bilang ‘dia’ tidak merokok. Ahjumma membenarkan. Setelah Ahjumma menegurnya, Ahjumma pikir ‘dia’ tidak akan melakukannya.
“Lalu darimana puntung rokok itu berasal?”
“Aku tidak tahu. Bagaimanapun, ini lebih baik. Karena kita sekarang punya alasan untuk mengatakan pada mereka agar tidak pergi ke atap.”
Ahjumma dan nenek tertawa lega. Lalu Ahjumma bertanya bagaimana dengan kantornya, kenapa nenek ada disana. Nenek lupa. Dia segera berlari kembali ke kantor.
***
Bersambung ke bagian 2~
Komentar:
Teka-teki tentang siapa yang tinggal di atap mulai sedikit terkuak dan banyak dibahas di episode ini. Orang itu adalah laki-laki, entah berapa usianya, tapi nampaknya dalam usia yang sudah diperbolehkan merokok. Dia sepertinya punya suatu kondisi dimana tidak memungkinkan bagi dia untuk bertemu orang-orang. Lalu apa hubungan dia dengan Ahjumma? Kenapa Ahjumma mengijinkan dia tinggal disana? Hmm..
Satu misteri lagi mulai terbuka. Sang Woo yang tampak kalem dan sopan, ternyata aslinya tidak seperti itu. Bersama dengan temannya di Seoul, dia tampak lebih bebas berekspresi bahkan bisa berkata kasar. Wajar sih, Pegawai Negri kan sepertinya memang harus jaga image ya, hehe…
ThankU sinopx mb...
ReplyDeleteDitunggu part selanjutx...
Smga sehat selalu
آمِيّنْ... آمِيّنْ... يَ رَ بَّلْ عَلَمِيّنْ
masih suka yang season 1, jadinya ga kurang sreg kalau sampai ada love line Dae Young - Soo Ji, tapi ceritanya seperti mengarah kesana huffft...
ReplyDeletemakasih mba mumu..