Let’s Eat Season 2 | Episode 10 - 2
Joo Seong memasukan koper dan pakaian milik Hye Rim ke dalam lemari. Joo Seong juga menyemprot kan pengharum ruangan (kayaknya sih..). Belum selesai Joo Seong menutup lemari, nenek datang. Nenek yang mencium bau harum dan ruangan yang rapi, memuji Joo Seong.
Joo Seong bilang dia berpikir untuk menyegarkan suasana dan mulai belajar. Nenek merasa bangga mendengarnya. Nenek lalu memberikan makanan yang dia bawa pada Joo Seong. Dan saat itulah nenek melihat pakaian Hye Rim yang menjulur keluar.
Joo Seong berusaha menghalangi pandangan nenek dan berkata kalau itu bukan apa-apa. Tapi nenek menduga itu adalah pakaian kotor Joo Seong. Maka nenek mendekat dan mendapati itu adalah pakaian perempuan. Nenek bingung.
“Oppa, aku membawa hamburger.” Hye Rim tiba-tiba muncul dan terkejut melihat nenek. “Oppa, dia seseorang yang kau kenal?”
Nenek pun menyadari itu adalah pakaian Hye Rim dan menduga mereka tinggal bersama. Nenek kesal, bahkan jika tidak punya tempat untuk didatangi, bagaimana bisa seorang wanita dewasa seperti Hye Rim langsung tinggal dengan Joo Seong.
Joo Seong menjelaskan bahwa itu bukan salah Hye Rim, karena dialah yang mengajak Hye Rim. Nenek bilang kalau dia tidak bisa dibodohi. Joo Seong kesal, kenapa nenek begitu peduli jika dia membawa seseorang ke tempatnya. Toh itu tidak menyakiti nenek.
Hye Rim menegur Joo Seong yang sudah berkata kasar pada nenek. Hye Rim juga meminta maaf pada nenek. Hye Rim pamit pergi karena dia juga tidak berencana akan tinggal lama.
“Tidak, kemana kau akan pergi? Ini adalah tempatku. Aku bisa pergi tidur di sauna. Aku sudah membayar untuk sebulan. Jadi kau bisa tinggal dengan nyaman, aku juga membersihkan kamar.”
Tak tahan mendengar Joo Seong yang bersikeras, nenek mengajak Hye Rim untuk bicara dengannya dan melarang Joo Seong ikut.
Nenek membawa Hye Rim ke rumahnya. Nenek menasehati Hye Rim, jika orang tua Hye Rim tahu Hye Rim tinggal di rumah seorang pria, mereka pasti sangat khawatir. Hye Rim membenarkan. Karena itulah dia tidak memberitahu orang tuanya, jika mereka tahu pasti mereka akan khawatir.
“Kenapa? Apakah keluargamu miskin?” Nenek mulai tampak simpati.
Hye Rim mengangguk kecil, “Aku tidak ingin menjadi beban bagi keluargaku juga.”
Nenek memberikan tisu pada Hye Rim. Nenek bilang dia mengerti perasaan Hye Rim, tapi tetap saja Hye Rim tidak harus tinggal di rumah seorang pria yang tinggal sendirian. Hye Rim mengangguk.
Lalu nenek dan Hye Rim membicarakan sebuah drama yang mereka sukai. Mereka pun nonton bersama.
***
Dae Young, Soo Ji dan Sang Woo masih bersepeda bersama. Mereka bersepeda di area pemukiman. Dae Young mendahului mereka karena merasa tak nyaman. Sang Woo meledek Dae Young cemburu padanya.
Dae Young lalu berhenti di depan sebuah sekolah dasar. Soo Ji dan Sang Woo juga berhenti. Itu adalah SD Soo Ji dan Dae Young. Dae Young mengajak Sang Woo masuk sebentar. Soo Ji tampak enggan, tapi akhirnya ikut masuk karena Sang Woo juga masuk.
Mereka menyimpan sepeda di dekat tempat bermain yang masih terasa kecil. Dae Young menawarkan Soo Ji main jungkat-jungkit. Tapi Soo Ji tidak mau, dia paling benci jungkat-jungkit. Dae Young tertawa, Soo Ji sering menangis karena selalu berakhir dengan jungkat-jungkit yang tidak naik-naik. Soo Ji kesal dan hendak memukul Dae Young. Sang Woo tertawa melihatnya.
Dae Young lalu mengajak mereka bermain sebuah permainan semacam petak umpet. Saat Soo Ji yang berjaga, Soo Ji memihak Sang Woo dan membuat Dae Young berjaga. Lalu saat Sang Woo berjaga, Sang Woo menangkap Soo Ji dengan memeluknya dari belakang. Soo Ji tersenyum malu-malu senang. Heu..
***
Hye Rim masih menonton drama bersama nenek dan membicarakan jalan ceritanya. Joo Seong lalu masuk. Dia mampir setelah mengambil barang-barangnya dari sauna. Hye Rim meminta Joo Seong untuk naik duluan karena dia belum selesai bicara dengan nenek. Joo Seong pun pergi.
Nenek lalu memperingatkan Hye Rim agar jangan berani mencoba untuk menyelinap ke tempat Joo Seong. Hye Rim mengerti. Kemarin dia melakukannya karena sudah putus asa. Seperti yang nenek katakan, dia berpikir panjang.
Nenek merasa lega jika Hye Rim memang sudah mengerti. Nenek mengeluhkan kakinya yang pegal. Hye Rim menawarkan diri untuk memijat nenek, tapi nenek menolak. Bagaimana jika dia terdengar sedang memanfaatkan putri orang lain yang berharga.
“Tidak, Nenek. Saat kecil, aku terbiasa memijat orang tuaku dan mendapatkan uang.” Ujar Hye Rim.
Nenek pun dengan senang hati menerima pijitan Hye Rim di kakinya.
***
Dae Young, Soo Ji dan Sang Woo selesai bermain. Mereka makan es Juju bar (kayak es k*ko gitu lho..) bersama sambil duduk di jungkat-jungkit. Dae Young protes pada Sang Woo yang membuang ujung es itu, padahal itu rasanya sangat enak. Tapi Sang Woo bilang tidak ada bagian yang bisa di makan di bagian ujung itu.
Soo Ji dan Dae Young berpandangan, tak percaya dengan apa yang dikatakan Sang Woo. Dae Young bilang bagaimana pun Sang Woo memang berasal dari keluarga kaya. Sang Woo tertawa, bagaimana bisa dia kaya hanya karena membuang ujung es. Sang Woo menuduh Dae Young bermain-main dengannya.
Dae Young mengelak, dia tidak bermain-main. Dae Young menyuruh Soo Ji menjelaskan perihal enaknya ujung es itu pada Sang Woo. Tapi Soo Ji membela Sang Woo, siapa Dae Young hingga berani menggoda Sang Woo. Dae Young kesal, dia berdiri, hingga membuat Soo Ji dan Sang Woo terjatuh. Soo Ji kesal dan mencekik Dae Young.
“Lihat, beginilah bagaimana kasarnya dia.” Dae Young mengadu pada Sang Woo.
Tapi Sang Woo malah tertawa melihatnya. Sang Woo bilang pasti menyenangkan karena mereka berdua pergi ke sekolah bersama-sama. Dae Young membenarkan, memang menyenangkan.
“Aku berharap aku bisa melihat seperti apa Soo Ji ketika dia masih kecil. Seperti apa dia?” Tanya Sang Woo pada Dae Young.
Sebelum Dae Young menjawab, Soo Ji menyela dan mengajak Sang Woo pulang sebelum mereka terjebak macet. Soo Ji menyenggol Dae Young dengan tangannya. Dae Young pun lalu mengajak Sang Woo pulang. Sang Woo akhirnya setuju, tapi sepertinya dia tahu Soo Ji menghindari pertanyaan itu.
Mereka bersepeda kembali ke tempat mereka memarkirkan mobil. Begitu sepeda berhenti, perut Soo Ji berbunyi, tanda lapar. Dae Young yang menyadarinya berinisiatif mengajak Sang Woo makan dulu sebelum pergi, karena dia lapar.
Tapi Sang Woo bilang dia tidak berencana makan, dan menanyakan pendapat Soo Ji. Soo Ji setuju, dia juga tidak berencana makan (padahal perutnya bunyi.. >,<).
Dae Young lalu mengajak Soo Ji naik mobilnya, maksudnya agar nanti mereka bisa makan.
Tapi Sang Woo melarang, dia yang akan mengantar Soo Ji pulang. Soo Ji setuju. Soo Ji naik mobil Sang Woo, dan mereka berpamitan pada Dae Young. Setelah mereka naik mobil, Dae Young ngomel-ngomel sendirian.
“Aigoo, Baek Ji Soo begitu bodoh. Jika dia lapar, dia harus mengatakannya. Jika tidak, dia harus memberi isyaratkan padaku. Jika dia pergi makan denganku, aku akan meninggalkan mereka sendirian pada saat itu.” Dae Young hendak menaruh sepedanya, tapi kemudian ngomel lagi.
“Dan, apakah dia berpikir dia sedang berada dalam facebook atau instagram? Hanya beberapa kata dan dia selalu menjawab ‘oke’ atau ‘itu bagus’.” Dae Young lalu sadar kalau dia harus berhenti bicara.
Lampu merah. Soo Ji yang kelaparan menatap keluar jendela. Menatap roti kukus yang diambil dari kukusan, dan tampak kepulan uap dari kukusan. Sang Woo lalu bertanya kenapa menyembunyikannya. Soo Ji tak mengerti.
“Mengapa kau tidak memberitahuku seperti apa dirimu ketika kau masih kecil?”
Awalnya Soo Ji ragu, tapi akhirnya Soo Ji berkata, “Yah, aku sangat gemuk.”
“Lalu? Kenapa dengan gemuk?”
“Karena aku benar-benar terluka, aku tidak mengatakan apa-apa karena itu memalukan.”
Sang Woo malah bilang Soo Ji akan kelihatan lucu jika Soo Ji gemuk. Soo Ji tertawa. Sang Woo lalu meminta Soo Ji mendekatkan kepala padanya. Lalu Sang Woo menunjuk ke sebuah arah agar Soo Ji melihatnya. Dan ketika Soo Ji menoleh…cup. Sang Woo mencium pipi Soo Ji.
Malu-malu Soo Ji memegang pipinya. Sang Woo yang tampak malu juga segera menjalankan mobil.
***
Hye Rim mengecat kuku nenek. Nenek senang karena kukunya jadi tampak cantik. Hye Rim lalu mencegah nenek yang akan menyiapkan makan malam untuk mereka. Hye Rim bilang kuku nenek sekarang adalah kuku seorang wanita bukan pekerja dapur. Dan manikur akan hancur jika nenek melakukan pekerjaan dapur setelah melakukan manikur. Jadi Hye Rim yang akan melakukannya.
Hye Rim langsung pergi ke dapur. Nenek bertambah senang karena Hye Rim tidak seperti anak-anak kebanyakan masa kini. Hye Rim tidak hanya duduk-duduk saja.
***
Soo Ji masih dalam perjalanan bersama Sang Woo. Sang Woo merasa senang menikmati hobinya bersama pacar. Sang Woo lalu mengajak Soo Ji untuk backpacking di akhir pekan. Soo Ji setuju.
Sang Woo pun penasaran apakah mereka akan bertemu dengan In Ah lagi disana. Mereka tertawa. Soo Ji lalu membahas masalah sikap In Ah yang tampak aneh. Pada hari liburnya bahwa In Ah ada di tempat tadi, sebelumnya juga dia menonton film sendirian. Tapi Sang Woo sendiri tidak tahu dengan baik tentang In Ah.
***
Yang dibicarakan sedang berada di sebuah restoran, menatap iri pada sebuah keluarga yang sedang makan bersama. Kemudian pelayan datang membuyarkan lamunan In Ah. Pelayan meminta ijin In Ah agar pelanggan lain bisa satu meja dengan In Ah jika In Ah sendirian, karena tidak ada meja lain. In Ah mempersilahkan.
Dan pelanggan lain itu adalah Taek Soo. Saat makan, mata In Ah kembali tertuju pada keluarga tadi. Kali ini Taek Soo juga melihat keluarga itu dan tersenyum getir. Mendengar In Ah yang menghela nafas panjang, Taek Soo bertanya apakah In Ah tinggal terpisah dengan keluarganya.
“Sepertinya situasimu sama denganku. Aku bekerja di sini tapi keluarga tinggal di Seoul.” Taek Soo menambahkan.
In Ah lalu mengangguk membenarkan. Mereka kembali melihat ke keluarga tadi. Taek Soo bilang saat anak-anak diusia itu, seorang putri mengatakan mereka ingin menikah dengan ayah mereka dan seorang putra mengatakan mereka ingin menjadi seperti ayah mereka.
Taek Soo bertanya lagi, berapa anak yang In Ah punya? Tidak ada. Taek Soo bilang ada yang mengatakan bahwa tidak punya anak itu lebih nyaman, karena tidak akan ada yang menyalahkan orang tua jika mereka sudah besar dan merasa tak nyaman dengan hidup. Bahkan sekarang Taek Soo hanya dianggap uang oleh anak-anaknya.
“Tapi ketika aku berpikir tentang hal seperti ini dari waktu ke waktu, aku berpikir, apa yang akan menjadi seperti apa jika aku tidak punya anak?”
“Jadi, kau menyukai anak-anakmu atau tidak?!” In Ah tampaknya tak nyaman dengan perkataan Taek Soo tadi. Karena sepertinya In Ah sebenarnya ingin punya anak.
Taek Soo meminta maaf karena telah membuat In Ah kesal. In Ah kembali menghela nafas.
***
Soo Ji sampai di depan vila barengan dengan Dae Young. Sang Woo yang mengantar Soo Ji mengajak Dae Young ikut backpacking di akhir pekan. Tapi Dae Young menolak. Soo Ji tak terima, Dae Young harus ikut jadi mereka bisa menggunakan Dae Young sebagai alasan jika mereka bertemu dengan PNS lainnya.
“Apakah kalian dua selebriti atau semacamnya? Apakah aku seorang manajer selebriti yang harus menangani kencan mereka?” Dae Young kesal, lalu masuk ke dalam gedung.
Sang Woo bilang Dae Young tampaknya sedikit kesal. Soo Ji menyuruh Sang Woo untuk tidak khawatir, karena Dae Young tidak menyimpan dendam terlalu lama. Mereka tertawa. Lalu Soo Ji yang khawatir, apa yang bisa mereka lakukan dengan backpacking mereka jika Dae Young tidak ikut.
“Siapa yang tahu.. Tapi apa kita benar-benar akan bertemu dengan orang yang kita kenal di gunung?”
“Gunung? Kau baru saja bilang backpacking...”
Sang Woo membenarkan, backpacking yang dia maksud adalah pergi ke gunung. Karena Soo Ji tidak tahu, Sang Woo pun menebak kalau Soo Ji tidak punya peralatan apapun. Sang Woo mengajak Soo Ji membelinya sekarang. Soo Ji setuju.
Mereka kemudian pergi ke toko yang menjual peralatan outdoor. Sang Woo menjelaskan bahwa memilih tenda harus seperti memilih rumah. Soo Ji mengerti, tapi dia bilang mereka tidak bisa memeriksa kondisi air di dalam tenda, sedangkan saat Soo Ji mencari rumah dia memeriksa air lebih dulu.
Sang Woo tertawa dan menyebut Soo Ji naïf. Semakin dia mengenal Soo Ji, Soo Ji adalah orang yang sangat menarik. Sang Woo tidak tahu Soo Ji akan berbicara tentang air. Soo Ji tertawa kecil.
Sang Woo lalu memberi saran agar mereka hanya membeli peralatan dasar hari ini. Sang Woo memilihkannya untuk Soo Ji. Soo Ji menyukainya.
Saat akan membayar peralatan itu yang seharga 1.860.000 ribu won, Soo Ji sedikit terkejut. Sang Woo yang akan membayarnya. Soo Ji menolak, karena itu adalah peralatannya jadi dia yang harus membayar. Sang Woo bilang dia ingin membelinya untuk Soo Ji sebagai hadiah. Tapi Soo Ji tetap menolak karena itu terlalu mahal.
“Tidakkah seharusnya aku setidaknya melakukan sebanyak ini sebagai laki-laki untuk gadis yang aku sukai?” Sang Woo protes.
Soo Ji hanya tersenyum. Tersenyum karena Sang Woo mengatakan kalimat ‘gadis yang aku suka’. Raut wajah Soo Ji berubah begitu melihat bon belanjaannya.
***
Selesai mencuci piring, Hye Rim hendak mengambil remote tv yang di pegang nenek yang tertidur, tapi nenek terbangun. Hye Rim lalu pamit pergi pada nenek. Karena sudah larut, nenek menyuruh Hye Rim tidur di rumahnya. Hye Rim ragu apa dia boleh menginap.
“Aigoo, tentu saja! Tidur di sini dan pergi saat hari sudah terang lagi besok.”
“Terima kasih, Nenek! Kalau begitu, aku akan mengambil barang-barangku dari lantai atas.”
Nenek mengiyakan. Hye Rim mengambil plastik sampah, dia akan membuangnya karena dia juga akan keluar. Nenek semakin senang pada Hye Rim. Nenek bilang Hye Rim punya kepala yang baik di atas bahunya. (maksudnya beretika..)
Di luar Joo Seong sedang jongkok dengan Happy. Begitu melihat Hye Rim membawa kantong sampah, Joo Seong marah. Hye Rim tidak perlu membawanya. Hye Rim bilang tidak apa-apa, karena nenek sepertinya menyukainya. Hye Rim bilang dia menggunakan metode yang sama ketika dia tinggal di rumah temannya.
“Aku mendapatkan tempat untukmu. Katakan padaku rumah mana yang kau inginkan, aku akan mendapatkannya untukmu.”
Hye Rim tertawa, “Terima kasih untuk mengatakannya, Oppa.”
“Tidak, aku serius.”
“Bagaimana bisa kau mendapatkannya ketika kau tinggal di atap. Tidak apa-apa. Aku hanya perlu untuk melewati hari ini.”
Hye Rim lalu meminta tolong Joo Seong untuk membuang sampah itu karena dia sangat mudah mual, mencium aroma sampah. Hye Rim juga meminta tolong Joo Seong untuk mengambil barang-barangnya dari lantai atas, karena lengannya lelah setelah memijat bahu nenek. Joo Seong tak keberatan.
Hye Rim tersenyum dan berterima kasih. Hye Rim lalu bermain-main dengan Happy. Saat membuang sampah, Joo Seong bergumam kalau dia benar-benar bisa mendapatkan rumah untuk Hye Rim. Dia punya banyak uang.
***
Sang Woo mengantar Soo Ji ke depan pintu rumahnya sambil membawakan barang belanjaan Soo Ji. Soo Ji merasa tak enak, Sang Woo tidak perlu mengantarnya sejauh itu. Sang Woo tidak apa-apa. Dia memberikan sebuah tas belanja. Sang Woo membeli sesuatu diam-diam sebelumnya.
“Hadiah seperti ini tidak apa-apa, kan? Itu sama sepertiku. Barang pasangan.” Sang Woo tersenyum.
Soo Ji menari senang, ternyata yang dibelikan Sang Woo adalah sepatu pasangan. Soo Ji juga mengelus-elus kantong tidur yang dia beli bersama Sang Woo. Soo Ji lalu berbarin disamping kantong tidur itu, seolah-olah kantong tidur itu adalah Sang Woo. Soo Ji tertawa sendirian dengan imajinasinya.
Lalu Soo Ji penasaran, apa itu sebenarnya backpacking. Soo Ji searching di ponsel. Backpacking adalah menikmati naik gunung dan menghabiskan malam di tenda. Soo Ji tersenyum nakal, membuat ponselnya terjatuh ke wajahnya.
“Semalam?! Semalam…” Soo Ji kembali tersenyum nakal memikirkan Sang Woo.
Soo Ji melihat kantong tidur disampingnya, lalu memukul kepalanya sendiri. Dia baru sadar kalau tidur yang dimaksud adalah tidur dalam kantong tidur yang berbeda. Soo Ji memarahi dirinya sendiri yang sudah menganggap aneh-aneh pada Sang Woo.
Soo Ji lalu mencoba masuk ke kantong tidurnya. Soo Ji merasa aneh karena risleting nya tidak mau naik.
“Haruskah aku melakukannya untukmu?”
Tiba-tiba terdengar suara Sang Woo. Soo Ji menoleh dan terkejut melihat Sang Woo berbaring disampingnya. Sang Woo bilang dia akan melakukannya untuk Soo Ji. Sang Soo mendekati Soo Ji dengan berguling dalam kantong tidurnya.
Sang Woo menaikkan risleting itu sambil menatap Soo Ji. Kemudian Sang Woo menurunkannya kembali. Soo Ji heran.
“Haruskah kita memeriksa apakah kita berdua bisa muat dalam satu kantong tidur ini?”
Soo Ji menatap penuh harap. Sang Woo membuka kantong tidur Soo Ji, lalu mendekatkan wajahnya hendak mencium Soo Ji.
Soo Ji memanyunkan bibirnya. Lalu tertawa terbahak-bahak. Bahkan sambil bergulingan. Soo Ji sangat senang dengan imajinasinya itu. Soo Ji lalu memeriksa apakah kantong tidur itu memang cukup untuk berdua.
***
Dae Young membaca komik. Lalu dia kepikiran tentang backpacking Soo Ji dan Sang Woo. Bukankah jika itu backpacking artinya menghabiskan malam bersama? Tapi kemudian dia sadar, kenapa dia harus peduli tentang itu, dan melanjutkan membaca komik.
Tapi ternyata keesokan harinya Dae Young sudah sampai lebih dulu di tempat pendakian. Sang Woo yang bersama Soo Ji melihat Dae Young dan menegurnya. Soo Ji pikir Dae Young sudah bilang tidak akan datang. Dae Young beralasan kalau dia hanya datang untuk mendapatkan udara segar, bukan mengikuti mereka.
Sang Woo lalu mengkritik pakaian Dae Young yang hanya seperti itu. Dae Young tak merasa salah dengan pakaiannya. Justru Soo Ji dan Sang Woo yang terlalu berlebihan dalam berpakaian, seperti akan pergi ke Himalaya. Bahkan menggunakan sepatu yang sama.
Dae Young lalu menginjak sepatu mereka dan berlari. Sang Woo dan Soo Ji mengejarnya. Sang Woo memiting leher Dae Young dan menyuruhnya meminta maaf.
Mereka bertiga mulai mendaki gunung. Dae Young berjalan di belakang Soo Ji dan Sang Woo. Soo Ji menjelaskan nama-nama bunga liar yang mereka liat sepanjang jalan. Sang Woo kagum, Soo Ji pasti tahu banyak tentang bunga. Soo Ji merendah, itu karena dia berasal dari pedesaan. Tapi Sang Woo bilang tidak semua orang dari pedesaan tahu semua itu.
Sang Woo kembali menanyakan nama sebuah bunga. Dae Young tampak tak nyaman (Iyalah…dia cuma jadi penonton aja, hehe). Soo Ji meminta Sang Woo mencoba sebuah daun yang rasanya seperti mint. Lalu saat Sang Woo menunjuk sebuah tanaman dan menanyakan namanya, Dae Young menyela.
“Aku tidak tahu itu, tapi aku tahu ini. Kalian adalah pasangan.” Dae Young lalu berjalan menyeruak diantara mereka berdua.
Sang Woo lalu mendapatkan telepon yang mengharuskannya pergi ke kantor. Soo Ji memutuskan untuk ikut turun dengan Sang Woo. Dae Young belum tahu. Dia lalu bertanya pada seorang ahjumma yang sedang turun, berapa lama lagi sampai ke atas? Ahjumma itu bilang hanya sekitar 10 menit.
Sang Woo menyuruh Soo Ji dan Dae Young melanjutkan ke atas. Mereka sudah datang sejauh itu, jadi mereka harus sampai ke puncak. Sang Woo akan kembali setelah bekerja, jadi mereka bisa ke atas duluan dan pergi ke area perkemahan.
Dae Young setuju dengan usul Sang Woo, toh tidak ada yang harus dilakukan Soo Ji saat turun. Soo Ji akhirnya setuju karena hanya tinggal 10 menit. Soo Ji meminta Sang Woo turun dengan hati-hati dan menghubunginya jika Sang Woo sudah selesai bekerja.
Sang Woo mengiyakan. Dia lalu meminta maaf pada Soo Ji dan menitipkan Soo Ji pada Dae Young. Mereka pun berpisah.
Sang Woo bergegas menuju parkiran. Saat akan naik ke mobilnya, seorang nenek meminta tumpangan ke area bus. Sang Woo mempersilahkan dan meminta nenek itu masuk ke mobilnya.
Dalam mobil, nenek itu berterima kasih. Dari pakaiannya, Sang Woo mengira nenek itu pulang dari mengunjungi kuil. Bukan kuil, nenek itu bilang dia kembali dari berdoa agar dia bisa menerima roh bersih. Sang Woo mengerti.
“Wajahmu memiliki semangat semangat. Kau dibesarkan dengan tidak terlalu banyak kesulitan. Tapi kau datang ke sini karena pekerjaanmu. Tapi kau lahir di Seoul.”
“Saya sudah sering mendengar bahwa saya terlihat datang dari Seoul.”
“Meskipun kau bersahabat dan memiliki banyak kemampuan juga menyenangkan, ekspresi luarmu sangat tabah tetapi kau sangat teknis. Bukan masalah keberuntungan untuk memiliki teman (kau harus bekerja untuk mereka). Baik wanita dan teman-teman.” (Mian, aku sebenarnya gak paham dengan line ini.. >,<)
“Apakah begitu?” Sang Woo tak terlalu menanggapi.
Kemudian mereka sampai di tempat yang dituju nenek itu. Sebelum turun nenek itu memberikan sebuah kartu nama. Jika Sang Woo ingin tahu tentang apapun, Sang Woo bisa datang ke tempat itu. Setelah nenek itu turun, Sang Woo meremas kartu nama itu. Jadi, nenek tadi ngiklan, mungkin semacam peramal.
***
Beberapa lama kemudian. Dae Young dan Soo Ji kelelahan dan merasakan sakit di kaki mereka. Seorang ahjumma lewat. Dia member semangat pada mereka berdua, karena hanya tinggal 10 menit lagi.
Soo Ji tertawa. Dae Young dengan kesal mengatakan bahwa warga negara mereka semuanya pembohong. Sudah satu jam, tapi masih dikatakan 10 menit lagi, dari tadi. Soo Ji pun kesal, untuk turun kembali pun rasanya dia tidak bis. Dae Young mengambil backpack yang dibawa Soo Ji, agar Soo Ji tidak terlalu merasa berat. Dae Young berjalan duluan.
***
Bersambung ke episode 11~
Komentar:
Aku sebenarnya tak mengerti dengan apa yang dikatakan nenek tadi pada Sang Woo. Si nenek menebak karakter Sang Woo kan ya? Yang bisa menjaga emosi di luar, padahal sebenarnya engga. Dua kehidupan yang dijalani Sang Woo. Sepertinya sih..
Itu kenapa Dae Young ikut naik gunung ya? Hiks… udah mulai ada tanda-tanda kalau Dae Young suka sama Soo Ji. SW-nim…kenapa jadi begini.. Gak suka ada cinta segitiga-nya…
gatel pengen komen 10 menitnya pendaki.. wkwkwk
ReplyDeletekebetulan saya backpacker.. selalu memberi semangat yg menuju peuncak.. deket kok tinggal 10 menit.. LOL..
ga ngira bakal muncul disini
Hehe... Aq ini trmasuk payah soal naik gunung pas kuliah dulu. Pasti ama temen2 dibilangnya "sedikit lagi" atau "udah deket" atau "itu ujung sana" atau "habis belokan" atau "sepuluh menit lagi". Hehe...
Delete