Let’s Eat Season 2 | Episode 8 - 2
Taek Soo mengajak Dae Young pergi ke tempat spesial. Dae Young menolak karena sudah jelas seperti apa tempat spesial yang Taek Soo maksud. Tapi Taek Soo meyakinkan jika kali ini benar-benar tempat yang spesial. Akhirnya Dae Young ikut juga. Kemanakah mereka?
Mereka datang ke restoran dimana para pelanggan pria sudah mengantri panjang hingga ke luar restoran. Dae Young mengakui tempat itu spesial, tapi kenapa semua pelanggannya pria?
Hye Rim keluar dari dalam restoran dan menyapa Dae Young. Dia menduga Dae Young datang untuk menemuinya. Tapi Dae Young bingung kenapa Hye Rim ada disana. Hye Rim pun menjelaskan kalau dia sekarang bekerja paruh waktu disana, karena bayarannya lebih baik.
Kemudian ada pelanggan yang memanggil Hye Rim dari dalam. Hye Rim pamit pada Dae Young dan menyuruhnya datang lebih sering, nanti Hye Rim akan meminta diskon karyawan untuk Dae Young. Dae Young mengangguk.
Setelah Hye Rim masuk, Taek Soo menatap Dae Young dengan penasaran. Tak hanya Taek Soo, para pelanggan yang sedang mengantri pun menatap Dae Young, dengan tatapan dingin. Dae Young terkejut.
“Apa yang sedang terjadi? Ada apa dengan tatapan dingin itu?”
“Apa maksudmu kenapa? Ini karena dia. Mereka semua datang untuk melihatnya.”
Taek Soo berdecak. Dia lalu bertanya bagaimana Dae Young bisa mengenal Hye Rim. Taek Soo bahkan mengatai Dae Young licik, karena sudah mengenal Hye Rim selama ini tapi tidak pernah mengenalkan Hye Rim padanya. Dae Young memberitahu kalau Taek Soo juga mengenal Hye Rim. Di minimarket.
Dae Young mengingat kejadian malam itu, saat Taek Soo mabuk dan menggoda Hye Rim mengajaknya minum. Tapi Taek Soo malah tidak mengingatnya. Taek Soo panik, apa ada yang terjadi lagi setelah itu. Dae Young bilang Taek Soo di usir. Taek Soo pun mengeluh, saat itu pasti dia terlihat buruk.
Dae Young dan Taek Soo sudah berada di dalam. Hye Rim menyajikan pesanan mereka. Kemudian Hye Rim bergumam kesal karena seseorang meneleponnya, padahal dia sudah bilang tidak tertarik. Dae Young penasaran dan memastikan apakah itu telepon dari salah seorang pria yang selama ini di sekitar Hye Rim.
Hye Rim berkata jujur, bahwa seorang wanita terus meneleponnya untuk bekerja di Klub Bisnis Komunikasi. Dae Young tak mengerti apa itu Klub Bisnis Komunikasi. Taek Soo memberitahu itu adalah sebuah bar. Karena itulah Hye Rim kesal, memangnya wanita itu melihatnya seperti apa.
“Apa gunanya hanya mendapatkan banyak uang? Ayahku selalu mengatakan ini, orang harus mendapatkan gaji mereka dengan jujur.”
Taek Soo terpesona, “Wow, aku hanya menyadari wajah cantikmu, tetapi kau juga memiliki otak yang cantik.”
Hye Rim kesal lagi, wanita itu kembali menelepon. Dae Young mengambil ponsel Hye Rim dan menjawab panggilan itu. Dae Young mengaku sebagai oppa-nya Hye Rim. Dae Young mengancam wanita itu. Jika dia menelepon Hye Rim lagi, Dae Young akan melapor ke polisi.
Hye Rim tersentuh, “Oppa, kau benar-benar ikan terbesar dan yang paling keren di tangki ikanku. Kau yang terbaik!”
Taek Soo bergumam iri. Hye Rim lalu menyuruh mereka untuk segera makan.
***
Joo Seong menatap foto Hye Rim di layar laptopnya. Dia lalu menancapkan gunting di meja sambil mengumpat Hye Rim. Joo Seong kesal karena Hye Rim pergi tanpa mengatakan apapun padanya, tapi Hye Rim waktu itu menggodanya. Joo Seong bertekad akan menangkap Hye Rim. Joo Seong lalu keluar dari kamarnya.
Joo Seong berjalan dengan penuh emosi. Joo Wan muncul dan menyapa Joo Seong. Joo Wan juga memberitahu kalau ibunya mengambil uang yang diberikan Joo Seong. Bukannya menanggapi, Joo Seong malah mendorong Joo Wan hingga terjatuh dan terus berjalan. Joo Wan berteriak memanggil ibunya.
Joo Seong terus berjalan sambil mengumpat Hye Rim. Saat Hye Rim ada di depan restoran tempatnya bekerja, Joo Seong tidak melihatnya karena tertutup banner dan para pelanggan yang keluar.
Tapi kemudian Joo Seong mendengar nama Hye Rim dipanggil. Joo Seong menoleh dan melihat Hye Rim yang menerima kantung sampah dari pemilik restoran. Ahjumma pemilik restoran meminta tolong pada Hye Rim untuk membuang sampah itu.
Hye Rim membuang sampah di lorong yang kurang pencahayaan. Saat menoleh, Hye Rim berteriak terkejut dan terjatuh.
Hye Rim terkejut dengan sosok Joo Seong yang tiba-tiba muncul di belakangnya. Setelah Hye Rim mengenali Joo Seong, Hye Rim bilang kalau Joo Seong mengejutkannya. Hye Rim berdiri dan melihat celananya yang kotor terkena sampah. Hye Rim tidak sadar kalau Joo Seong menatapnya dengan emosi dan memegang gunting yang ada di saku jaketnya.
Joo Seong menatap Hye Rim dengan emosi. Tapi Hye Rim tersenyum dan mendekati Joo Seong. Hye Rim menggamit lengan Joo Seong. Hye Rim memberitahu kalau dia sekarang bekerja di restoran mie tak jauh dari sana dan meminta Joo Seong datang kesana mulai sekarang.
Tangan Joo Seong yang digamit Hye Rim menyentuh dadanya. Merasakan hal itu Joo Seong lalu tersenyum, emosinya hilang. Dia menyetujui permintaan Hye Rim yang ingin ditemani ke halte bus.
“Bagus sekali kau datang. Ini adalah dunia yang menakutkan bagi wanita belakangan ini. Terutama pada malam hari.”
“Benar.” Ujar Joo Seong masih sambil tersenyum.
Mereka lalu berjalan bersama, masih dengan Hye Rim yang menggamit Joo Seong.
***
Dae Young berjalan pulang. Dia melihat Soo Ji sedang duduk melamun di bangku taman. Dae Young mendekati Soo Ji, sedang apa Soo Ji disana? Soo Ji menggumamkan nama Sang Woo. Dae Young terkejut, apa Soo Ji sudah tahu. Soo Ji balik bertanya, apa Dae Yong juga tahu?
“Itu..Dia mengatakan kepadaku untuk tidak mengatakannya kenapa dia...” Dae Young tak enak hati. “Ini bukan berarti bahwa aku mengatakan kepadanya dengan sengaja tetapi keluar begitu saja dari mulutku.”
Soo Ji tak mengerti apa yang Dae Young bicarakan, apa yang keluar dari mulut Dae Young? Soo Ji sebenarnya sedang memikirkan Sang Woo yang berkencan dengan Min Ah, tapi Dae Young menduga Soo Ji murung karena sudah mengetahui kalau Sang Woo tahu Soo Ji menyukainya.
“Bahwa kau menyukai Sang Woo. Bukankah itu sebabnya kau di sini seperti ini?”
“Apa!? Anda mengatakan kepadanya? Kamu gila?” Soo Ji terkejut dan kesal. Dia memukuli Dae Young. “Kau gila! Aku tidak percaya ini! Kau, benar-benar!”
Dae Young menjelakan karena itulah dia meminta maaf. Jika bukan karena itu, lalu kenapa Soo Ji berada di sana dan tampak sedih? Soo Ji semakin sedih. Tidak ada gunanya apakah Sang Woo tahu dia menyukainya atau tidak. Karena Sang Woo bahkan tidak memiliki perasaan untuknya.
Dae Young pun teringat saat Sang Woo bilang kalau dia tidak berkencan dengan Soo Ji karena mereka rekan satu kerja.
Soo Ji lalu berjalan meninggalkan Dae Young. Dae Young yang simpati dan merasa bersalah, berjalan di belakang Soo Ji.
Pagi hari Dae Young mendapat tamu pengantar tangsooyook (daging asam manis). Tapi Dae Young tidak memesannya. Pengantar pun menduga rumah sebelah yang memesan. Tapi Dae Young merasa tidak mungkin, karena rumah sebelah tidak bisa memesan makanan seperti itu.
Tak lama muncul seorang pengantar makanan menekan bel rumah Soo Ji. Soo Ji membukanya dan mempersilahkannya masuk. Tangsooyook itu juga ternyata memang Soo Ji yang memesannnya.
Dae Young menanyakan keadaan Soo Ji. Soo Ji bilang memangnya apa alasan baginya untuk tidak baik-baik saja. Semuanya hanya berakhir dengannya sendiri yang menyukai Sang Woo. Dae Young membenarkan, lupakan saja, dia akan mengenalkan Soo Ji pada pria yang lebih baik. Dae Young lalu mengikuti Soo Ji masuk ke dalam rumahnya.
Dae Young duduk di depan meja makan Soo Ji yang penuh dengan makanan. Dae Young heran, kenapa Soo Ji memesan banyak makanan, bukankah Soo Ji sedang diet. Soo Ji tak menanggapi Dae Young dan terus menyiapkan makanan.
“Benar, benar. Jika kau makan, kau akan menghilangkan stresmu. Tapi jika kau makan seperti ini begitu tiba-tiba, perutmu akan mendapatkan bermasalah. Kalau begitu oppa ini akan makan denganmu dengan maksud menyelamatkanmu.”
Dae Young mengomentari daging asam manis yang tak biasa, juga kebiasaan Soo Ji yang berubah. Dulu Soo Ji mendebat Dae Young karena menuang saus ke daging tepung, tapi sekarang Soo Ji melakukannya.
Tapi, Soo Ji terus saja makan tanpa menanggapi Dae Young. Soo Ji terus makan, makan, dan makan lagi. Membuat Dae Young semakin keheranan melihatnya. Bahkan Soo Ji makan makanan tanpa terlihat kepedasan.
“Benar, makan makanan pedas untuk menghilangkan stresmu. Makan yang banyak.” Dae Young tampaknya mengerti Soo Ji sedang mengusir patah hatinya dengan makan.
Selesai makan, Soo Ji menuang air ke dalam panci. Soo Ji hendak membuat mie ramen. Dae Young heran, apa Soo Ji akan makan lagi. Soo Ji bilang itu karena dia menginginkannya.
Dae Young lalu melihat Soo Ji hendak memasukkan bumbu ke dalam panci. Dae Young protes, yang harus dimasukkan pertama kali adalah mie. Tapi Soo Ji bilang bumbu dulu yang harus dimasukkan, jadi saat memasak mie, rasa sup akan menyerap ke dalam mie.
“Jika kau melakukannya, rasa sup akan hilang karena terlalu matang!” Dae Young tak setuju. Dae Young lalu melihat Soo Ji mematahkan mie. “Bagaimana kau bisa memecahkan mie seperti itu?”
“Agar rasa sup akan masuk ke dalam mie.” Ujar Soo Ji.
Dae Young bilang nanti Soo Ji akan makan mie yang menggumpal, sedangkan kesenangan makan mie itu dengan menyeruputnya.
Dae Young tak tahan lagi melihat Soo Ji yang akan memasukkan telur ke dalam panci. Dae Young bergegas mencegahnya, dia tidak bisa membiarkan yang satu ini. Jika Soo Ji memasukkan telur sekarang, telurnya akan terlalu matang.
Soo Ji memasukan telur dan mengaduknya. Ini juga bertentangan dengan Dae Young. Soo Ji bilang rasa sup akan menjadi lembut dan aromatis. Tapi Dae Young bilang Soo Ji harus menikmati kaldu dari sup dan telur secara terpisah agar lebih enak.
“Jika kau ingin makan dengan caramu sendiri, pergi memasaknya sendiri di rumahmu. Pergi, pergi, pergi.” Soo Ji yang kesal mendorong Dae Young keluar.
Setelah Dae Young keluar. Soo Ji menikmati mienya sendirian, dalam keheningan. Dari cermin, tampak pantulan diri Soo Ji yang dulu. Soo Ji yang kesepian.
Soo Ji dan Dae Young bertemu lagi di tempat pembuangan sampah. Soo Ji bertanya pada Dae Young di bagian mana dia harus membuang pil. Dae Young penasaran, pil apa itu. Ternyata itu adalah pil diet.
Dae Young memuji tindakan Soo Ji. Daripada menggunakan kekuatan obat, lebih baik mengandalkan latihan dan nafsu makan untuk menurunkan berat badan. Dae Young lalu terkejut melihat Soo Ji membuang alat-alat olah raganya juga. Soo Ji kan mendapatkan tambahan kalori yang besar dari makanan-makanan tadi.
“Apa gunanya? Apakah aku gemuk atau dalam bentuk sekarang ini, aku masih sendirian. Tidak ada yang akan berubah jika aku menurunkan berat badan.” Ujar Soo Ji.
Dae Young terdiam menatap Soo Ji.
Soo Ji mendapatkan telepon dari In Ah yang menanyakan tentang sebuah berkas. Soo Ji bilang dia akan mengirimkannya besok melalui email. Soo Ji lalu memberitahu kalau dia sedang memikirkan untuk bekerja di rumah jika tidak banyak terjadi. Karena mereka sudah membahas semua hal penting.
Dae Young yang sedari tadi memperhatikan Soo Ji bertanya, apakah Soo Ji juga tidak akan pergi bekerja?
“Bagaimana aku bisa pergi bekerja?Aku harus menghadapi Sang Woo juga. Sementara aku makan, tidur, dan menulis dirumah, siapa tahu? Aku mungkin menulis novel yang memenangkan hadiah lagi.”
Soo Ji lalu pergi diiringi tatapan simpati dari Dae Young.
Dae Young menelepon seorang temannya.
“Hei, apakah ada pria single ditempat kerjamu yang layak diperkenalkan pada seseorang? Seharusnya ada banyak pria yang layak karena kau dari sebuah perusahaan besar.”
Kemudian Dae Young mengakhiri pembicaraan karena dia menerima panggilan lain. Dari Sang Woo. Sang Woo memberitahu kalau mereka ada pertandingan bola. Dae Young mengerti dan akan segera kesana. Dae Young lalu tampak memikirkan sesuatu.
Dae Young menarik Soo Ji keluar dari gedung villa. Soo Ji meronta, dia sudah bilang kalau dia tidak mau. Soo Ji tidak mau keluar karena merasa lelah. Apa maksdunya lelah, Dae Young bilang Soo Ji sudah tinggal di dalam untuk seharian sekarang.
Dae Young menyuruh Soo Ji jalan-jalan dengan Happy. Soo Ji tetap tidak mau. Dae Young yang kesal menyebut Soo Ji bodoh.
“Hanya karena kau ditolak, kau ingin kembali ke hari-hari ketika kau terjebak di dalam rumah? Sang Woo hidup baik-baik saja, bermain sepak bola dan bermain permainan. Kenapa kau terus merusak harga dirimu? Kau bahkan berhasil dalam diet melelahkan itu. Kau mengatakan segala sesuatu di dunia lebih mudah daripada menurunkan berat badan. Jika demikian, kau harus mengatasi hal ini juga!”
Soo Ji terdiam. Dan akhirnya bersedia pergi dengan membawa Happy. Sebelum pergi Dae Young menaikkan resleting jaket Soo Ji. Dan Soo Ji berterima kasih. Dae Young menghela nafas melihat kepergian Soo Ji.
Saat berjalan-jalan di taman, Happy berjalan dengan cepat. Berbeda dengan Soo Ji yang berjalan dengan malas-malasan, sehingga akhirnya tali Happy terlepas dari pegangan Soo Ji. Soo Ji mengejar Happy dengan malas. Happy yang berlari dengan cepat tidak bisa dikejar Soo Ji.
Soo Ji berhenti mengejar Happy. Soo Ji menangis dalam diam. Soo Ji melepaskan kesedihannya.
Sementara itu Dae Young menatap Sang Woo di lapangan bola yang tampak baik-baik saja. Saat bermain bola, Dae Young bermain kasar pada Sang Woo, bahkan membuat terjatuh beberapa kali.
“Hei, kau bermain sedikit kasar hari ini.” Sang Woo menegur Dae Young.
Sang Woo mengulurkan tangan, meminta Dae Young membantunya berdiri. Tapi Dae Young berlalu begitu saja tanpa menanggapi perkataan Sang Woo ataupun membantunya berdiri. Sang Woo semakin heran dengan sikap Dae Young.
Setelah pertandingan selesai Sang Woo mengajak Dae Young pergi ke sauna, tapi Dae Young menolak. Dae Young juga menolak ajakan Sang Woo untuk minum. Dae Young bahkan dengan sengaja memukul-mukulkan sepatunya dengan keras ke lantai.
“Hei, kau marah padaku?” Tanya Sang Woo
“Tentang apa?” Dae Young mengelak.
“Tapi tampaknya begitu. Selama pertandingan sepak bola dan sekarang ini.”
“Jujur, aku marah. Soo Ji dalam mode menyedihkan tetapi kau baik-baik saja sekarang.”
Sang Woo pun bertanya, memangnya ada apa dengan Soo Ji. Dae Young memberitahu kalau Soo Ji sudah mengetahui tentang dia yang memberitahu Sang Woo bahwa Soo Ji menyukai Sang Woo. Sang Woo lalu kesal kenapa Dae Young membuat masalah besar, sekarang dia dan Soo Ji jadi merasa canggung.
Dae Young lalu mendapat telepon dari Soo Ji. Soo Ji meminta Dae Young menjemputnya. Rupanya Soo Ji sedang mabuk.
Sang Woo meminta ponsel Dae Young. Dia bicara pada Soo Ji di telepon. Sang Woo bilang pada Soo Ji kalau dia ingin mengatakan sesuatu. Tapi sepertinya Soo Ji tidak sadar kalau itu Sang Woo. Dia berteriak menyuruhnya segera datang ke taman.
Soo Ji duduk di taman ditemani Happy. Ada beberapa botol soju disana. Soo Ji rupanya benar-benar mabuk. Sang Woo datang menghampiri Soo Ji. Sang Woo bilang kalau ada sesuatu yang ingin dia katakan pada Soo Ji.
Tapi kemudian Soo Ji bangkit dan menarik leher Sang Woo. Soo Ji menyangka itu adalah Dae Young. Soo Ji marah. Dia merasa malu karena Dae Young mengatakan tentang perasaannya pada Sang Woo.
Sang Woo meronta kesakitan, meminta Soo Ji melepaskannya dan mereka bicara.
“Apa, itu menyakitkan? Aku juga sakit. Tidak, tapi aku yang lebih sakit.” Ujar Soo Ji. “Aku ditolak.”
Sang Woo akhirnya bisa melepaskan diri. Dia lalu meminta maaf pada Soo Ji.
“Kau menyesal? Aku... bekerja keras memberikan bubur. Aku tak percaya, hatiku terasa seperti akan meledak. Tapi kau mempermalukan aku?”
Soo Ji yang mabuk memasang kuda-kuda, mengajak Sang Woo, yang dia kira Dae Young untuk berkelahi mengakhiri semuanya. Sang Woo menjelaskan kalau dia bukan Dae Young. Tapi Soo Ji yang mabuk tetap tak menyadarinya.
Soo Ji melayangkan tinju ke udara sambil menirukan suara tinju seperti dalam film. Soo Ji bilang kalau suara itu bukan dari mulutnya. Sang Woo tertawa. Soo Ji kesal. Dia meninju lagi lalu terjatuh. Sang Woo mendekati Soo Ji dan menanyakan keadaannya.
Tapi Soo Ji malah tertawa. Terus tertawa. Soo Ji menertawai dirinya sendiri yang benar-benar lucu, karena menyukai Sang Woo sendirian (satu pihak). Tapi kemudian Soo Ji tampak akan menangis.
“Di akal sehatku, sejak awal, aku kira aku tahu itu tidak akan berhasil dengan baik. Jadi itu sebabnya untuk waktu yang lama, aku berusaha sangat keras untuk tidak membiarkannya terlihat dan menyukainya secara rahasia. Pada akhirnya, aku.. mengetahui bahwa aku akan terluka, aku memikirkannya.”
Soo Ji menangis. Sementara Sang Woo mendengarkannya dengan serius.
“Aku cukup baik dengan perhitungan seperti itu. Menjalani kehidupan, aku mendapatkan begitu banyak bekas luka. Jika aku bertambah berat badan lagi...jika hatiku bertambah berat, akankah rasa sakitnya berkurang?”
Soo Ji menangis. Sang Woo tampak tak enak hati. Dia berlutut di depan Soo Ji, lalu menanyakan keadaan Soo Ji. Soo Ji tiba-tiba ambruk ke bahu Sang Woo. Sang Woo terdiam, memikirkan sesuatu.
***
Esok pagi. Tampak sepasang kaki muncul dari balik selimut. Tangan orang itu mengelus pinggul seseorang yang sedang dia peluk di balik selimut. Seseorang itu lalu melonjak bangun. Merasa terganggu. Haha.
Dialah Dae Young. Kesal pada Taek Soo yang tidur disampingnya. Padahal dia sudah meletakkan selimut untuk Taek Soo tidur di ruang tamu. Dae Young heran kapan Taek Soo naik ke kasurnya.
Dae Young bangun. Menggosok gigi dan bersiap membuat kopi. Dae Young lalu mendengar suara Soo Ji muntah-muntah.
Dae Young menggedor pintu rumah Soo Ji. Dae Young menanyakan keadaan Soo Ji, apakah Soo Ji ingin punggunya ditepuk. Soo Ji membuka pintu sambil memegang kepalanya. Soo Ji menyuruh Dae Young berhenti mengetuk, karena kepalanya pusing.
“Karena itu minum sedikit demi sedikit. Apa kau sudah makan obat?”
“Belum. Nanti akan menghilang sendiri.” Ujar Soo Ji dengan lemas.
Dae Young bilang apa yang akan terjadi pada Soo Ji jika dia tidak pindah kesana. Dae Young meminta Soo Ji menunggunya. Dae Young lalu turun ke bawah. Soo Ji masuk kembali ke dalam rumah. Tapi pintunya tidak ditutup rapat. Soo Ji berbaring lagi di kasur sambil bergumam kalau hatinya terasa sakit.
Dae Young pergi ke apotek membeli obat untuk menghilangkan mabuk.
Seseorang memencet bel. Soo Ji menduga itu Dae Young dan menyuruhnya masuk karena pintu sudah terbuka. Soo Ji membalikkan badan menghadap pintu, dengan posisi yang tak biasa. Dan ternyata yang masuk adalah Sang Woo. Soo Ji mengedipkan mata beberapa kali dan merasa kalau dia masih belum sadar.
Sang Woo menunjukkan bawaannya. Dia datang untuk mengembalikan tempat bubur yang diberikan Soo Ji. Sang Woo mengisi tempat itu dengan sup seafood (untuk menghilangkan mabuk).
Soo Ji mengedip lagi, lalu tersadar. Dia segera duduk, “Sa-sa-sang Woo.”
Sang Woo tersenyum. Soo Ji merapikan rambutnya seadanya. Lalu turun dari kasur dan mendekati Sang Woo. Mempersilahkan Sang Woo masuk dan menerima sup yang dibawa Sang Woo. Soo Ji bertanya dari mana Sang Woo tahu kalau dia mabuk?
“Wow... ini adalah kekecewaan besar. Kau benar-benar tidak ingat?”
“Ya?” Soo Ji tak mengerti.
“Benar-benar tidak ingat ya.. Kemarin, kau melakukan sesuatu yang benar-benar buruk. Kau memukulku dan menarik rambutku.”
Soo Ji menunjuk wajahnya. Sang Woo mengangguk. Soo Ji menggeleng, tidak mungkin. Tapi Sang Woo mengangguk lagi. Soo Ji pun terkejut. Sang Woo tersenyum. Soo Ji memukul mulutnya sendiri.
“Jadi mulai sekarang, kau harus baik padaku saat kita berkencan.”
“Ya?” Soo Ji kembali tak mengerti.
“Mari kita mulai berkencan.” Sang Woo tersenyum.
Di luar, Dae Young yang baru datang membeli obat mendengarkan percakapan itu.
***
Bersambung ke episode 9~
Komentar:
Owwww…apakah gerangan yang membuat Sang Woo akhirnya mengajak Soo Ji berkencan setelah melihat Soo Ji yang berantakan saat mabuk? Terpesona dan terpikat sungguhan dengan kepribadian Soo Ji? Simpati? Atau kasihan? Kita liat di episode selanjutnya ya…
Di episode ini kasihan banget sih sama Soo Ji. Wajar aja dia patah hati yang sampai segitunya. Pukulan bertubi-tubi dia dapatkan. Aku pikir yang paling membuat Soo Ji down adalah karena Sang Woo mengetahui tentang perasaannya. Jadi Soo Ji sadar, sikap cueknya Sang Woo sejak kemarin karena Sang Woo sudah tahu tentang perasaannya.
Hal ini juga membuat dia merasa malu, karena di saat Sang Woo sudah tahu tentang perasaannya dan cuek padanya, Soo Ji masih saja melakukan usaha pendekatan.
wow.. penasaraan kenaapa Sang Woo pengen krncan dg Soo Ji 😏
ReplyDelete