Sinopsis LIKE A FAIRYTALE Episode 3 - 1
Myung Jae mengambil uang di salah satu kartu ATM-nya. Kemudian setelah menghitung uangnya, dia menabungkan uang itu ke kartu yang lain. Myung Jae mendesah dan menyobek kertas transaksi.
Dia keluar dari bank dan melihat ada aksi protes kebijakan ekonomi (mian kalo salah ya..). Myung Jae melihatnya sekilas lalu beranjak pergi.
***
Jang Mi masih tampak terkejut dengan kabar yang baru saja di dengarnya. Sunbae-nim menanyakan kembali apakah Jang Mi benar-benar tidak tahu kalau Myung Jae diberhentikan. Jang Mi berbohong dengan menjawab kalau dia tahu, dan Myung Jae sudah mendapatkan pekerjaan sementara.
Jang Mi pulang ke rumah dan mendapati Myung Jae yang sedang menonton televisi. Jang Mi menatapnya dengan sedih.
“Kau makan mie instan? Kenapa tidak makan nasi?” Tanya Jang Mi.
“Aku tidak mau membuat masalah di dapur.”
Jang Mi ke pasar. Dia memandangi gurita dan membelinya.
Jang Mi memasak gurita tadi dan makanan lainnya yang ia sajikan di meja. Jang Mi berkata dia membuatkan masakan gurita karena Myung Jae menyukainya. Myung Jae pun mengatakan masakannya enak dan memakannya, tapi pandangan matanya tidak luput dari televisi. Jang Mi menanyakan tentang invesatasi film yang pernah dibicarakan Myung Jae. Tapi Mung Jae hanya menjawab sekenanya, tidak serius.
Jang Mi kemudian menanyakan tentang masakannya.
“Apakah kau tidak ingin memakannya?”
“Ya..” Myung Jae masih melihat terlevisi.
Jang Mi beranjak dari tempat duduknya, dia mengambil masakan guritanya dan membuangnya. Myung Jae protes mengapa Jang Mi membuangnya. Jang Mi membuangnya karena Myung Jae mengatakan tidak ingin memakannya. Tapi Mung Jae menyangkal telah mengatakan demikian.
“Matamu tidak sedang bersamaku, kan? Kebutuhan hidup sangat pas-pasan. Bulan depan, naikan biaya hidup.” Jang Mi berkata dengan menahan tangisnya. (biaya hidup= uang belanja)
***
Myung Jae menonton televisi hingga tertidur. Jang Mi menghampirinya, mematikan televisi dan membuka kaos kaki Myung Jae. Begitu Jang Mi masuk kamar, Myung Jae membuka mata dan melihat ke arah pintu kamar, dia belum sepenuhnya tertidur.
Saat sarapan, Myung Jae menanyakan berapa kekurangan uang belanjanya. Tapi Jang Mi bilang tidak apa-apa.
“Mulai bulan depan, aku akan memberikan uang lebih.” Myung Jae.
“Belakangan ini, apa kau merasa lelah bekerja?”
“Bekerja memang akan seperti itu.”
Jang Mi membenarkan. Dia sepertinya ingin bertanya sesuatu pada Myung Jae, namun dia ragu.
***
Myung Jae sepertinya bekerja paruh waktu di sebuah internet café (warnet). Dia diminta pemilik untuk kerja malam untuk menggantikan pegawainya yang tidak akan datang. Myung Jae menyanggupinya. Kemudia ponselnya berdering, dari Jang Mi.
Jang Mi menelpon Myung Jae dengan tersenyum. Dia menanyakan apa yang akan dilakukan Myung Jae nanti malam. Myung Jae menjawab dia mungkin akan makan malam bersama rekan kerjanya. Jang Mi menjadi marah dan menutup telponnya. Jang Mi terlihat sedih.
***
Ketua klub menemui Myung Jae dan menunjukan suatu berkas. Sepertinya Ketua mengajak Myung Jae bekerja bersama dengannya. Myung Jae terlihat mempelajari berkas itu.
“Jangan berpikir terlalu banyak. Kita akan melakukannya bersama. Walaupun sekarang terlihat sangat susa. Tapi permainan ini sangat layak untuk dijalankan dan dilakukan.”
Myung Jae tidak menjawab dan masih mengamati berkas itu. Kemudian Ketua mengatakan dia mengetahui dari Jang Mi kalau Myung Jae masih melakukan sesuatu sampai menemukan pekerjaan yang sesungguhnya. Dan dia tidak menyangka ternyata pekerjaan sementara Myung Jae itu warnet.
Myung Jae terkejut mendengar kata-kata Ketua. Dan akhirnya Ketua tahu bahwa Myung Jae tidak memberitahu Jang Mi tentang dia yang diberhentikan dari pekerjaannya. Myung Jae pusing, kemudian dia menanyakan tanggal berapa sekarang. Tanggal 11 Juni, ulang tahun Jang Mi.
Jang Mi tampak sedih dan memikirkan sesuatu di kantornya.
Myung Jae membeli 27 tangkai bunga mawar putih. Dia kemudian mendatangi bank tempat Jang Mi bekerja. Dia menyembunyikan bunga di balik punggungnya. Tapi ternyata Jang Mi tidak berada di tempat, padahal Myung Jae sudah mengambil banyak nomor antrian. Rekan kerja Jang Mi mengatakan bahwa Jang Mi ijin pulang lebih awal karena merasa tidak enak badan.
Myung Jae pulang ke rumah, sekarang tidak hanya bunga, dia juga membawa kotak kue. Myung Jae memanggil-manggil Jang Mi dan mencarinya ke seluruh ruangan rumah, tapi Jang Mi tidak ada. Kemana Jang Mi?
Jang Mi berada di sebuah bus. Dia mengingat perkataan Jung Woo yang menawarinya berkunjung jika dia ingin melihat laut. Jang Mi menuju tempat Jung Woo berada.
Baru beberapa saat Jang Mi turun dari bus, Jung Woo datang menjemputnya. Jung Woo menanyakan apakah Jang Mi merasa lelah dengan perjalanannya. Jang Mi tersenyum dan menggeleng tidak.
Myung Jae menyiapkan kue, dia menghiasnya dengan lilin. Kemudian Myung Jae mencoba menghubungi ponsel Jang Mi, tapi tidak aktif.
Myung Jae merasa bersalah karena melupakan ulang tahun Jang Mi ketika Jang Mi menghubunginya. Maka dia awalnya berencana memberikan kejutan. Tapi sayang, Jang Mi yang kecewa keburu pergi menghindar dari Myung Jae.
Jang Mi berjalan di tepi pantai bersama Jung Woo. Jang Mi mengatakan bahwa pantainya bagus, dan pasti menyenangkan bisa bekerja di sana. Jang Mi mengenang dulu Jung Woo pernah berkata ingin bekerja di tempat yang jauh, saat itu dia merasakan sakit di hatinya. Tapi sekarang Jung Woo ternyata bekerja di sana.
Jung Woo mengatakan bahwa dokter gigi tidak bisa ikut program itu, begitulah aturannya.
Jung Woo mengajak Jang Mi makan seafood, tapi dia sendiri tidak makan, karena dia tidak menyukainya. Terlalu amis. Jang Mi mengira Jung Woo sangat menyukainya.
“Kau tidak akan menyadarinya sebelum merasakaannya. Orang lain mempercayainya, tapi kenyataannya tidak.” Kata-kata Jung Woo yang membuat Jang Mi berpikir, mungkin tentang Myung Jae.
Sementara itu, Myung Jae masih menunggu Jang Mi di rumah sambil menonton televisi dalam keadaan gelisah. Ponselnya berbunyi, ada sms masuk dari Jang Mi.
“Aku ada janji dengan teman. Aku akan terlambat.” Myung Jae termenung dan kecewa.
***
Jang Mi terbangun ke esokan harinya di sebuah kamar. Sepertinya semalam dia mabuk. Dia melihat pakaiannya yang masih melekat, berarti tidak terjadi sesuatu tadi malam. Dia membaca pesan Jung Woo yang menyebutkan bahwa dia mendapatkan panggilan darurat dan pergi lebih dulu.
***
Jang Mi berganti pakaian di kantornya. Dia hendak menghubungi Myung Jae, tapi diurungkannya niat itu.
Jang Mi pulang ke rumah. Myung Jae sedang menonton televisi sambil tiduran, seperti biasanya. Jang Mi yang akan ke kamar, menghentikan langkahnya.
“Apakah itu menyenangkan? Apakah filmnya sangat menarik? Orang datang tapi tidak ada reaksi apa-apa. Apakah tidak ada yang ingin kau katakan padaku?”
Myung Jae menengakan duduknya, “Kemarin aku pergi ke bank. Kau, tidak adakah yang ingin kau katakan padaku?” Myung Jae balik bertanya dengan tajam.
Jang Mi mengatakan bahwa dia ingin beristirahat, makanya dia pergi ke pantai. Myung Jae bertanya mengapa Jang Mi berbohong. Jang Mi bilang dia tidak akan diijinkan pergi jika tidak berbohong.
Myung Jae menahan kemarahannya. Dia tahu Jang Mi menemui Jung Woo.
“Mengatakan kebohongan adalah keistimewaanmu yang paling hebat. Masalah bahwa suamiku sendiri diberhentikan dari pekerjaannya, mengapa aku harus mengetahuinya dari orang lain?” Jang Mi berteriak marah, mengungkapkan semua yang ditahannya beberapa hari ini.
Myung Jae menunduk, tak bisa menyangkalnya. Dia melemparkan remote televisi hingga hancur setelah Jang Mi masuk ke dalam kamar.
***
Jang Mi terbangun mendengar suara. Jang Mi turun dari tempat tidur dan melihat keluar dari balik pintu kamar. Jang Mi melihat Myung Jae yang tidak tidur. Dia sedang memandang televisi, tapi pikirannya terlihat tidak ada di sana.
Jang Mi membersihkan lantai. Dia menemukan Myung Jae yangm meyimpan kaos kakinya ke keranjang cucian. Saat sarapan, Myung Jae mengatakan pada Jang Mi bahwa ada yang dikatakannya nanti siang. Dia akan menunggu Jang Mi café dekat kantor Jang Mi.
Saat menuju café, Myung Jae melihat yang berjualan jepit rambut di pinggir jalan. Dia melihat jepitan berwarna merah dengan gambar bunga mawar. Myung Jae membelinya.
Myung Jae duduk berhadapan dengan Jang Mi. Dia terus menunduk dan belum juga mengatakan apapun. Jepit itu juga masih di pegangnya di bawah meja.
“Apa yang terjadi? Katakan. Jangan hanya menyimpannya dalam mulutmu. Dan katakan. Aku sangat putus asa.” Ujar Jang Mi.
“Kita…berpisah saja.”
Jang Mi terkejut dan bertanya mengapa Myung Jae meminta itu. Myung Jae mengatakan bahwa dia tidak bisa melakukan apapun, dia akan menjadi gila, dia tidak punya kepercayaan diri untuk membuat Jang Mi bahagia.
“Raja bertemu dengan Ratu yang tidak berhenti menangis di sungai pemisah Negara mereka. Raja dan Ratu menanam kacang polong. Setiap hari Ratu mendapatkan biji kacang setelah dia tersenyum. Setiap hari Raja menerima biji kacang setelah menyanyikan sebuah lagu. Dan suara-suara tidak pernah berhenti. Rakyat yang marah, secepatnya mengusir Ratu dan Raja.”
***
Tahun pun berganti. 1999.
Myung Jae bekerja di tempat Ketua. Dia banyak menghabiskan waktu di kantor, tanpa pulang ke rumah. Dan makanpun hanya makanan instan. Dia sepertinya menenggelemkan dirinya dalam pekerjaan untuk melupakan Jang Mi.
Sedangkan Jang Mi tampak begitu bahagia bersama teman-temannya. Menghabiskan malam dan minum-minum. Tapi, begitu sampai di rumah, Jang Mi melamun. Sepertinya dia juga masih menyimpan luka berusaha melupakan Myung Jae.
Jang Mi tinggal bersama orang tuanya. Ibu Jang Mi tampak tidak suka Jang Mi terus seperti itu. Pergi keluar bersenang-senang dengan temannya. Ibu marah dan meninggalkan meja makan.
Ayah menenangkan Jang Mi bahwa ibu seperti itu karenanya bukan karena Jang Mi. Jang Mi bilang dia ingin pindah rumah. Ayah mempertanyakan mengapa, apakah karena terlalu lelah (dengan sikap ibu). Jang Mi tidak menjawab dan mengalihkan perhatian dengan mengatakan kimchi lobak buatan ibu sangat enak. Jang Mi menyembunyikan kegelisahan hatinya dengan tersenyum.
***
Myung Jae pulang ke rumah. Ayahnya menyakan apakah Myung Jae sudah makan. Myung Jae bilang sudah.
Myung Jae memandangi bintang dengan teleskopnya. Ayah keatap untuk mengambil jemuran. Dia kemudian menanyakan kabar Jang Mi pada Myung Jae. Apakah mereka masih berhubungan baik. Myung Jae mengiyakan perkataan ayahnya. Walaupun sebenarnya tampak jelas di wajahnya bahwa hal sebaliknya lah yang terjadi. (sepertinya ayah juga mengingatkan ulang tahun Jang Mi.)
***
Myung Jae terburu-buru pulang dari kantor. Ketua heran apakah Myung Jae akan melewatkan lembur. (biasanya tidak.)
***
Jang Mi pindah ke apartemennya sendiri. Ibu datang berkunjung. Dia mengatakan rumah yang ditinggalkan Myung Jae saja masih bagus, mengapa Jang Mi pindah ke rumah itu. Jang Mi kemudian menanyakan apa yang dibawa ibu. Ibu menghangatkan sup rumput laut.
“Ulang tahun mu sendiri, kau tidak tahu.”
Jang Mi termenung. Dia melupakan ulang tahunnya sendiri. “Ya, benar. Ulang tahun.” Jang Mi menertawakan dirinya sendiri.
Ibu kemudian memberikan wesel yang ditujukan untuk Jang Mi. Jang Mi penasaran dari siapa wesel uang itu.
***
Myung Jae berada di tempat dekat menara itu. Di termenung. Kemudian mengeluarkan ponselnya.
***
Jang Mi memandangi wesel itu, isinya 100.000 won. Lalu ponselnya berdering. Dia menjawabnya, tapi tidak ada yang menyahut di sebrang.
Itu adalah Myung Jae. Myung Jae tidak sanggup untuk bicara. Jang Mi pun kemudian terdiam. Dia berjalan ke dekat jendela yang menghadap menara itu.
Myung Jae menutup telponnya. Jang Mi mendekap telponnya, seprtinya dia merasa itu dari Myung Jae.
Myung Jae kembali termenung, dan kemudian dia membuang ponselnya.
Jang Mi di meja kerjanya, mengingat kembali telpon tadi, lalu melanjutkan pekerjaannya.
***
Jang Mi pergi ke toko buku dan membeli beberapa buku. Saat dikasir, buku-buku yang dia beli ternyata sejumlah 100.000 won. Jang Mi menggunakan uang wesel itu untuk membayarnya.
***
Beberapa lama kemudian. Myung Jae masih sibuk di kantornya. Kemudian ketua menghampirinya.
“Luangkan waktu untuk lusa. Ada gathering Howl Will. Kau akan datang?” Tanya Ketua.
“Tidak.”
“Apa kau khawatir Jang Mi akan datang?”
“Aku sudah punya janji.”
Ketua meminta Myung Jae untuk tidak berbohong. Myung Jae mengatakan dia mempunyai rencana untuk menyusun laporan pemeriksaan. Benar-benar harus menyusunnya. Tapi jelas sekali bahwa Myung Jae memang berbohong.
***
Jang Mi menerima telpon dari Ji Su yang menanyakan apakah Jang Mi bisa hadir di gathering Howl Will hari ini. Ji Su meminta Jang Mi untuk datang, karena sudah lama mereka tidak bertermu. Tapi Jang Mi menolaknya, kemungkinan dia tidak bisa pergi hari ini. Jang Mi pun meminta maaf pada Ji Su.
Jang Mi pun jelas berbohong, karena dia pulang kerumah. Dia menyalakan komputer memeriksa emailnya. Karena tidak ada email yang ditunggunya, diapun mematikan kembali komputernya. Jang Mi mulai bekerja kembali di mejanya. (Jang Mi sepertinya sedang mengerjakan sesuatu, seperti menulis…)
Dan mereka pun tidak bertemu di gathering Howl Will, karena mereka sama-sama menghindar.
***
Bersambung ke Bagian 2
Komentar:
Sebenarnya perpisahan mereka tidak perlu terjadi, jika saja Myung Jae mau berbesar hati berbagi bebannya dengan Jang Mi. Apa itu artinya pernikahan? Tentu saja berbagi beban dan kebahagiaan satu sama lain, dan saling melengkapi. Aku yakin, Jang Mi pun akan mengerti jika saja Myung Jae mengatakan yang sejujurnya pada Jang Mi.
Tapi sayang, Myung Jae terlalu mementingkan harga dirinya. Dia tidak mau berada di level di bawah istrinya dan akhirnya mengorbankan perasaannya sendiri juga Jang Mi.
Karena perpisahan yang tak seharusnya itu, mereka pun saling merindukan satu sama lain karena mereka sesungguhnya masih saling mencintai. Lihat saja kegalauan yang mereka alami selama ini. Walaupun mereka berusaha menutupinya dari orang di sekitarnya, tapi tetap saja jelas terlihat.
Oya, sekali lagi aku minta maaf jika bahasanya agak sedikit ngaco.. >.<
Pisah?? Hwa... Knp? he...
ReplyDeleteTetap semangat mba mumu. Di tunggu kelanjutannya.
Sebagai pasangan suami istri memang harus berbagi bukan hanya senang tetapi juga beban ^^
ReplyDeletethanks sinopnya mba!!!!
ReplyDeleteAduh teh.... mengalau liat cerita nya.....
ReplyDelete