Sinopsis LIKE A FAIRYTALE Episode 4 – 2 (End)
Jang Mi memeriksa rebusan makanannya, dia merasa kekurangan air, lalu menambahkan air. Jang Mi kemudian melanjutkan membaca buku. Setelah beberapa lama dia sadar bahwa dia masih merebus makanan. Dia kedapur danmelihat rebusannya, dan merasa ada yang kurang.
Jang Mi membuka kulkas hendak mengambil sesuatu. Belum ada yang diambil, dia melihat memo-memo yang dibuatnya serta resep masakan yang di temple di pintu kulkas. Jang Mi melepas memo-memonya dengan kesal.
Malam hari, Jang Mi termenung sendirian di meja dapur. Entah apa yang direnungkannya, tapi dia menangis..
Myung Jae sedang menonton pertandingan bola di televisi. Jang Mi menghampirinya dan meminta waktu untuk bicara.
“Aku pikir kita harus tinggal berjauhan. Aku ingin melakukannya.” Ucap Jang Mi.
Myung Jae terkejut dengan ucapan Jang Mi tersebut, dia berdiri dan berkata, “Ada apa denganmu? Jangan lakukan ini. Aku akan melakukannya lebih baik lagi.”
Jang Mi menggeleng, “Ini bukan karenamu. Ini masalahku. Maafkan aku.” Jang Mi menangis, kemudian pergi meninggalkan Myung Jae yang masih berdiri.
Ternyata Jang Mi masuk ke kamar dan membereskan barang-barang miliknya ke dalam koper. Jang Mi menarik kopernya keluar, dia hendak pergi dari rumah malam itu juga.
Saat melewati ruang televisi, Myung Jae menegurnya, apakah Jang Mi benar-benar harus melakukan hal itu. Jang Mi membenarkan. Myung Jae kemudian bertanya bagaimana bisa Jang Mi seperti itu. Jang Mi tidak menjawab dan permisi. Jang Mi terlihat sedih. Begitu juga Myung Jae, dia berteriak setelah jang Mi pergi.
***
Jang Mi membubuhkan cap namanya ke lembar formulir pengajuan perceraian. Ternyata Jang Mi bersama Myung Jae disebuah restoran. Jang Mi bilang semuanya kelihatannya sudah selesai. Dan dia kira dia akan menemui Myung Jae beberapa kali di pengadilan.
Myun Jae hanya menunduk menahan sedihnya tanpa bisa mengatakan apapun, sampai Jang Mi melangkah pergi, Myung Jae menahan tangan Jang Mi seolah ingin mengatakan pada Jang Mi untuk tidak pergi. Tapi, tidak ada kata-kata yang keluar, Myung Jae hanya menatap Jang Mi, dan perlahan melepaskan tangannya.
***
Jang Mi tinggal di apartemennya yang lama. Dia sedang menelpon dengan seseorang, dan mengatakan akan mengirimkan skripnya satu minggu lagi. Setelah menutup telponnya, dia menyalakan televisi yang memberitakan bahwa banyak restoran ayam yang gulung tikar akibat flu burung.
Jang Mi mendatangi restoran ayahnya yang sepi. Dia duduk di kursi yang sama dengan pertama kali dia disana bersama Myung Jae. Jang Mi pun kemudian mengingat kenangan itu, saat Myung Jae berhasil memecahkan teka-tekinya dan makan ayam dengan bersih dan hanya menyisakan tulang (yang berarti dia tidak boros). Dan Jang Mi juga mengingat saat dia masih bersama Myung Jae, belum lama ini, mereka makan ayam bersama dan Myung Jae menyisakan banyak daging (berarti boros).
Jang Mi masih melamun, ketika ayahnya menghampiri dan menyapanya. Jang Mi menanyakan bagaiman kondisi bisnis ayahnya.
“Tidak ada masalah. Ini sungguh baik-baik saja. Ini akan berakhir, dan akan menghilang. Kau tahu itu, kan?” ayah tertawa.
Jang Mi kemudian mengatakan teka-teki ayah tidak masuk akal. Ayah tertawa, tapi kemudian seperti merasakan sakit di dadanya. Ayah menawarkan ayam pada Jang Mi. walaupun Jang Mi menolak, ayah bilang tidak apa-apa, dia akan memasaknya dengan cepat. Jang Mi menatap ayah dengan khawatir.
***
Myung Jae pulang bekerja. Dia menemukan ayahnya sedang minum sendirian di ruangan yang gelap. Myung Jae membungkuk dan berjalan menuju kamarnya. Namun suara ayah berikutnya menghentikan langkahnya.
“Maafkan aku. Ini semua kesalahanku.” Ucap ayah setelah menenggak minumannya.
Myung Jae tidak mengatakan apapun dan masuk ke kamarnya. Myung Jae menangis sendirian dalam gelapnya kamar.
***
Jang Mi di dalam bis, melihat berita kematian seorang aktor yang melakukan bunuh diri.
Di jalan, Myung Jae juga berhenti melihat berita di televisi yang menayangkan aktor yang melakukan bunuh diri.
Tanpa mereka sadari satu sama lain, bis yang ditumpangi Jang Mi melintas di belakang Myung Jae yang sedang berdiri di trotoar. Myung Jae tidak melihat Jang Mi karena dia sedang melihat televisi, Jang Mi juga tidak melihat Myung Jae karena melihat televisi di dalam bus.
***
Jang Mi duduk sendirian di apartemennya menonton film yang dibintangi aktor yang meninggal di berita tadi. Sepertinya itu film kenangannya bersama Myung Jae, karena sekarang dia menangis.
***
“Raja dan ratu saling salah paham satu sama lain, dan mereka berpisah dalam kesedihan. Sang Ratu mulai menangis lagi, dan airmatanya menjadi sebuah gunung garam dan membumbung tinggi menjadi awan.
Sang Raja sangat takut bahwa dia tidak akan pernah bisa bertemu dengan Ratu lagi. Dia mulai menggali gunung garam. Dua Negara berperang untuk mengambil alih sungai.
Sang Ratu berpikir bahwa itu semua adalah kesalahannya, jadi dia mulai menuruni gunung garam sambil menangis. Dia melihat Raja tergeletak di tanah dengan anak panah menancap di jantungnya. “
***
Jang Mi mencetak tulisannya. Dia tersenyum menatap tumpukan kertas yang berada dalam genggamannya itu.
***
Myung Jae sedang mengikuti rapat di kantornya yang sedang membahas karakter dalam game yang akan mereka buat. Seorang kesatria wanita yang seksi dan sangat hebat. Ketua mengatakan mereka harus membuat wajahnya familiar. Dia lalu melihat sketsa yang dibuat Myung Jae dan mengambilnya.
Ketua mengatakan sketsa itu bagus, mereka bisa menggunakannya. Tapi Myung Jae tidak senang. Dia mengambil paksa kembali gambar sketsanya dan merobek-robeknya, lalu keluar dari ruangan. Ketua memandang heran Myung Jae, apa yang terjadi dengan Myung Jae.
Ketika ruangan sudah gelap. Myung Jae mengambil kembali robekan kertas tadi dan menyusunnya, dan memberikan selotip untuk menyambungnya. Ternyata, itu sketsa wajah Jang Mi. Myung Jae menatapnya sedih. Duh, Myung Jae ternyata masih mencintai Jang Mi. Lalu, bagaimana dengan Jang Mi?
Jang Mi mendapat sebuah kiriman. Sebuah majalah.
“Fairytale Town. Pemenang kontes menulis 2005. ‘Putri yang menangis dan Pangeran yang pendiam’ oleh Baek Jang Mi.”
Kemudian Jang Mi mendapat telpon. “Hallo..”
“Ya Tuhan. Apa yang akan aku lakukan?”
“Ibu..” Jang Mi bingung dengan maksud ibunya.
“Ayahmu sekarat. Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan.”
“Apa maksudmu? Ibu ada dimana?”
Jang Mi yang cemas kemudian berlari di rumah sakit menuju kamar perawatan. Begitu membuka pintu, dia melihat ibunya yang terbaring di kasur, sedangkan ayahnya duduk yang memakai baju pasien di sampin tempat tidur.
Ibu bangkit duduk. Jang Mi bingung. Lalu, ayah berkata: “Siapa kau?”
“Ayah..” kata Jang Mi.
“Kau disini. Lihatlah bagaimana ayahmu. Apa yang harus kita lakukan?” Ibu putus asa. Ayah terlihat sepertinya menderita kepikunan atau alzheimer.
“Apa yang terjadi padanya? Apa yang salah dengannya? Kuatkan dirimu dan katakan padaku.” Tapi ibu masih terdiam.
Jang Mi akhinya akhirnya mendapat penjelesan dari dokter. Dokter mengatakan bahwa mereka belum pernah melihat penyakit seperti ini sebelumnya. Dalam usia yang lanjut, alzheimer, prosesnya dengan cepat.
Jang Mi menanyakan apakah ada pengobatan yang bisa dilakukan. Dokter mengatakan untuk sekarang, baiknya adalah menghindari komplikasi. Tapi, dokter tidak bisa menjamin jika ini akan memakan waktu setahun atau sebulan.
***
Jang Mi menyuapi ayah makan, tapi ayah menggeleng tidak mau.
“Bagaimana kau kemari? Bagaimana dengan bayimu?” ayah bertanya pada Jang Mi dengan tatapan kosong.
“Ayah, aku tidak mempunyai bayi.”
“Kau tidak punya?”
“Tidak.” Ujar Jang Mi dengan sedih. Jang Mi kemudian mencoba menyuapi ayahnya lagi. Kali ini ayahnya mau membuka mulutnya.
***
Myung Jae berada di toko buku. Dia tertarik pada sebuah buku “Fairytale Town”. Myung Jae membuka salah satu halaman dan membacanya:
“Pangeran Pendiam akhinya bisa menangis sekarang. Puteri yang menangis tidak terganggu oleh keheningan lagi. ”
Myung Jae membalik halamannya lagi, “Air mata dari seorang putri yang terbebas dari kutukan, dan keheningan dari seorang pangeran yang terbebas dari kutukan tangisan.”
Dan Myung Jae melihat foto Jang Mi sebagai penulisnya dihalaman itu.
Kemudian Myung Jae menerima telpon dari Jang Mi yang mengatakan bahwa ayahnya sakit dan menanyakan Myung Jae. Jang Mi meminta Myung Jae untuk datang ke rumah sakit.
Myung Jae berlari keluar dari toko buku, hingga tidak sadar dia membawa buku yang di bacanya tadi dan di kejar oleh penjaga toko untuk membayar bukunya lebih dulu. Myung Jae dan penjaga toko itu tarik-tarikan buku.
***
Myung Jae masuk ke kamar perawatan, dan sudah ada Jang Mi yang menunggunya. Mereka saling bertatapan, tapi tidak ada kata yang keluar. Myung Jae menghampiri ayah dan duduk di samping kasur.
“Ayah, aku disini.” Myung Jae menggenggam tangan ayah.
Ayah bangun, “Menantuku ada disini? Apakah kau baik-baik saja? Dimana ikat pinggang yang aku berikan padamu?”
Myung Jae menjawab, “Aku menggadaikannya untuk minum.” Ayah pun tertawa lepas. Jang Mi tersenyum melihat ayahnya tertawa.
Ayah kemudian meminta Myung Jae untuk mengajak Jang Mi pulang. Myung Jae meminta ayah untuk tidak khawatir, dia akan membawa Jang Mi pulang saat ayah sudah tidur. Myung Jae membaringkan ayah kembali.
***
Myung Jae dan Jang Mi duduk dalam bangku yang berbeda di taman rumah sakit. Myung Jae mengatakan bahwa dia sudah membaca majalah itu (majalah yang ada cerita bikinan Jang Mi).
“Kau sungguh terlihat seperti seorang penulis.” Ujar Myung Jae. Jang Mi pun berterima kasih.
Myung Jae lalu mengatakan bahwa dia menunggu telpon Jang Mi, tapi Jang Mi malah memperbolehkan Myung Jae pergi. Myung Jae bilang dia akan tetp disana sampai malam untuk menggantikan Jang Mi. Jang Mi mengatakan dia baik-baik saja.
“Kau terlihat sangat lelah. Aku bisa pergi terlambat untuk bekerja besok, jadi pulanglah dan beristirahat.”
***
Jang Mi pulang ke rumah orang tuanya. Dia mendapati ibu duduk di meja makan sendirian dengan pemanas ruangan yang tidak dinyalakan. Ibu bilang itu karena mesinnya rusak.
Jang Mi kemudian duduk di kursi di samping ibu, “Mengapa kau menggunakan pakaian ayah?”
Ibu tidak menjawab dan menanyakan bagaimana dengan rumah sakit. Jang Mi mengatakan bahwa ada Myung Jae disana. Ibu heran Myung Jae ada disana, dan mengatakan bahwa Jang Mi tidak akan bercerai jika memiliki bayi.
“Aku terpuruk karena memiliki bayi. Dan putriku terpuruk karena tidak mempunyai bayi.”
“Ibu..kenapa kau memilikiku saat berumur 18?”
“Aku bilang itu 19.”
Jang Mi bertanya apa yang terjadi. Dan ibu menanyakan juga mengapa Jang Mi ingin tahu. Karena Jang Mi berpikir ibu ingin membicarakannya. Ibu mengumpat Jang Mi, dan menenggak minumannya.
“Aku bertemu ayahmu…saat aku di kelas 11. Aku suka menyanyi. Jadi aku pergi kemanapun dengan membawa sebuah piano. Ayahmu ada disana. Dia tidak melakukan apapun kemudian dan sekarang. Aku hamil dalam usia muda. Dan aku menyalahkan ayahmu sepanjang hidupku. Menyalahkan ayahmu mmberiku kekuatan untuk hidup. Aku tahu ayahmu akan selalu bersamaku. Tapi sekarang, aku tidak bisa membayangkan…bagaimana aku hidup tanpa dirinya.”
Ibu menangis dan menenggak minumannya lagi. Sementara Jang Mi menatap ibu dengan iba.
***
Jang Mi sedang menunjukan foto album untuk diingat ayah. Foto saat mereka pergi ke sungai dan mengikat semangka di batu, tapi semangkanya hanyut sehingga mereka tidak bisa memakannya.
“Nyonya, aku ada dimana?” ayah mulai meracau lagi.
“Ayah..jangan lakukan itu. Kau menakutkanku.” Ujar Jang Mi khawatir.
Tapi sepertinya lupa ayah kambuh, “Apakah kita sudah di dalam kereta?”
“Belum.” Myung Jae tiba-tiba datang.
“Menantuku disini?” ayah terlihat gembira. Ayah sepertinya hanya mengingat Myung Jae dengan baik.
Myung Jae mengajak ayah duduk di taman rumah sakit dan melihat-lihat album foto itu. Ayah tiba-tiba menanyakan pakaian apa yang dikenakan pada musim panas dan apakah telanjang di musim dingin. Myung Jae bilang tidak tahu. Lalu ayah juga menanyakan apakah Myung Jae punya kamera yang bisa mencetak foto secara langsung.
***
Ibu membuat kimchi lobak yang dia bilang untuk dirinya. Tapi Jang Mi bilang kimchi lobak itu kesukaan ayah, sedangkan ibu menyukai kimchi putih (sawi).
Jang Mi mendapat telpon dari rumah sakit bahwa ayahnya sakit. Jang Mi berlari ke kamar perawatan. Dan begitu sampai dia menanyakan apa yang terjadi pada Myung Jae yang sedang menemai ayah.
Myung Jae biang tadi kondisi ayah memburuk, tapi dia sekarang baik-baik saja. Jang Mi merasa lega. Myung Jae lalu menunjukan foto ayah yang baru saja diambil. Jang Mi tersenyum.
Lalu Jang Mi menemukan sebuah buku disana dan menanyakan buku apa itu. belum sempat Myung Jae menjawab ayah terbangun dan ingin buang air. Jang Mi mengambil pispot, tapi ayah menggeleng. Myung Jae mengambil pispotnya dan mengatakan dia yang akan melakukannya, serta meminta Jang Mi menunggu di luar. Jang Mi keluar dengan membawa buku itu.
Jang Mi ke taman rumah sakit dan membuka buku itu.
Myung Jae mendudukan ayah untuk makan. Ibu datang. Lalu Myung Jae menunjukan sebuah buku pada ibu.
“Kau tahu…Jang Mi menulis sebuah dongeng.”
“Jang Mi menulis apa?”
“Dia (ayah) akan menyukainya jika kau membacakan untuknya.” Myung Jae menyerahkan buku itu.
Ibu kemudian membacakan buku itu sambil menemani ayah makan.
Di taman, Jang Mi membuka buku itu. Dan melihat ada sketsa wajahnya, dari mulai dia kuliah, sampai wajahnya yang nenek-nenek. Jang Mi menutup bukunya termenung dan mendekapnya.
Saat Jang Mi berjalan hendak kembali, dia berpapasan dengan Myung Jae. Jang Mi tersenyum pada Myung Jae dan bertanya sejak kapan Myung Jae mulai menggambar.
“Sejak aku tidak bisa pergi untuk menemuimu.”
“Kenapa?”
“Karena aku merindukanmu. Aku membayangkan bagaimana kau mungkin berubah. Aku berusaha mengingat bagaimana kau tersenyum. Aku mengingat kembali bagaimana rupamu saat kau menangis. Dan saat kau sakit. Bagaimana rupamu setelah 10 tahun…aku membayangkan bagaimana rupanmu saat kau menjadi tua. Aku menjadi takut bahwa aku tidak akan pernah meihatmu lagi. Aku takut bahwa aku mungkin…melupakan wajahmu. Maafkan aku. Aku akhirnya…bisa melihat siapa kau sebenarnya.”
Mata mereka berkaca-kaca. Jang Mi tidak mengatakan apapun dan hanya mendekat erat buku sketsa itu. “Ratu mencabut anak anah itu, dan airmata darah jatuh dari mata Ratu. Dan darah keluar dari jantung Raja. Saat Raja sadarkan diri, dia tersenyum dan mencium Ratu. Pada saat itu, kacang mereka terjatuh.
Tiba-tiba, air mengalir mengisi sungai yang kering dan semua kerusakan akibat perang tercuci dengan kacang itu.
Raja dan Ratu menikah beberapa hari kemudian dengan restu rakyat mereka. Dan mereka hidup bahagia selamanya.”
THE END
Komentar:
Tamat? Koq menggantung? Iya, memang seperti ini akhirnya. Walaupun tidak dijelaskan dengan adegan mereka, tapi cukup jelas dengan kisah akhir dari dongeng itu. Myung Jae yang sekarang memahami diri Jang Mi sepenuhnya, mulai menjalani hubungan lagi dan kemudian menikah. Dan mereka hidup bahagia.
Berarti sekali lagi kata-kata “Kita akan memahami dan merasa kehilangan seseorang saat orang itu sudah tidak ada di samping kita lagi” dibuktikan dengan drama ini. So, jangan sia-siakan waktu yang kita miliki bersama dengan orang yang kita sayangi. ^^
Iya menggantung ,,
ReplyDeletepengen liat mereka punya bayi,,
pengen liat ayah myung jae ikut bahagia,
pengen liat orang tua jang mi bahagia juga
Gantung....
ReplyDeleteTapi akhirnya sama dengan dongengnya, n they happily ever after....
Gantung....
ReplyDeleteTapi akhirnya sama dengan dongengnya, n they happily ever after....
ada satu dialog menarik di cheodamdong alice bahwa "semesra apapun ciuman panjang 2 tokoh utama di drama happy ending,jangan lupa bahwa stelah itu ada kehidupan selajutnya'artinya yah hidup yah begitu ituh ada ujian,kemudian ujian berlalu lalu bahagia dtng,trus ada ujian lg begituh terus.. hidup itu bersabar dan bersyukur..dan terus menerus bgitu lama2 kita jd paham dan tumbh lbh besar dan hebat.. hehehe jd ceramah ^^
ReplyDeleteEndingnya happy tp kok rasanya ada yg gantung ya....tks ya Mumu sinopnya ^O^
ReplyDeleteMba bikin sinopsisnya secret lovenya hwang jung eum sm ji sung dong mba *saya mohon* hehehehe
ReplyDelete