Sinopsis LIKE A FAIRYTALE Episode 3 - 2
Myung Jae sedang makan bersama ayah, sepertinya sarapan. Ayah menanyakan mengenai ponsel Myung Jae yang tidak bisa dihubungi. Myung Jae menjelaskan bahwa ponselnya telah hilang. Kemudian ayah memberikan beberapa surat untuk Myung Jae. Myung Jae membuka salah satunya, dan menemukan di dalamnya adalah hadiah untuk ulang tahun pernikahannya (entah dari siapa).
Myung Jae berlalri menuju toko elektronik yang belum buka dan menggedor pintunya. Dia membeli ponsel baru.
Saat malam, Myung Jae mendatangi tempat kenangannya bersama Jang Mi. Dia menatap menara itu dan seperti sedang menunggu sesuatu. Myung Jae terus menatap ponselnya. Jang Mi yang sedang naik bus pun melihat menara itu dan mentapnya.
Jang Mi kemudian turun dan berlari menuju tempat itu. Myung Jae masih disana menatap ponsel dan menara itu. Jang Mi sampai ke tempat itu, tapi sayangnya Myung Jae sudah tidak ada di sana.
Jang Mi mengeluarkan ponselnya dan menelpon Myung Jae. Jang Mi menanyakan kabar Myung Jae, dan mengatakan bahwa ia merasa lega mendengar Myung Jae baik-baik saja. Myung Jae yang seprtinya belum jauh dari tempat itu pun mengatakan demikian. Dia merasa lega mendengar bahwa Jang Mi baik-baik saja.
Setelah menutup telponnya, Jang Mi menangis mendekap ponselnya. Begitu juga dengan Myung Jae, dia menunduk menahan sedihnya. Mereka berdua sama-sama saling merindukan tapi sama-sama gengsi untuk mengatakannya duluan dan mengajak bertemu. Padahal mereka berdua kesana karena mengharapkan bertemu satu sama lain. Tapi karena tidak bertemu, maka mereka mengambil kesimpulan yang sama bahwa pihak yang satu lagi merasa baik-baik saja walaupun tidak bertemu.
Myung Jae melanjutkan perjalanannya. Dan Jang Mi pun pulang dengan langkah gontai.
***
Jang Mi didatangi teman kerjanya di ruangan loker, “Apakah kau gila? Dua kali lolos dari penyusunan ulang pegawai, sekarang kau mengundurkan diri.”
Jang Mi tersenyum, Ya, aku gila.”
Teman Jang Mi mengatakan bahwa sekarang sulit mencari pekerjaan untuk perempuan seperti mereka. Jang Mi juga mengetahuinya. Lalu, bagaimana Jang Mi akan menjalani hidupnya ke depan. Jang Mi bilang dia akan menulis.
***
Myung Jae di kantor Ketua dan melihat undangan di atas meja. Itu undangan pernikahan Jung Woo. Ketua menanyakan apakah Myung Jae akan datang. Myung Jae bertanya kapan acaranya dengan wajah lesu.
“Apa kau tidak menerima undangannya?”
“Dengan siapa (menikahnya)?” Mungkin Myung Jae khawatir, apakah dia menikah dengan Jang Mi.
“Dengan seseorang yang tumbuh di lingkungan rumah sakit.”
Lalu dengan gugup Myung Jae bertanya, :Mungkinkah..pada hari itu semua orang akan datang?”
“Siapa yang sebenarnya kau tanyakan?” Tanya Ketua.
Myung Jae mengalihkan pembicaraan tidak mau menjawab pertanyaan itu dengan memberikan berkas yang di bawanya pada Ketua. Dan memintanya cepat, karena dia sudah lapar. Myung Jae sedikit tersenyum melihat kembali undangan itu, lega karena Jung Woo bukan menikah dengan Jang Mi.
Di rumahnya, Jang Mi juga sedang memegang undangan yang sama.
***
Hari pernikahan. Myung Jae berdiri di luar gedung, sedikit ragu, lalu dia merapikan dasinya dan masuk ke dalam.
Jang Mi rupanya juga datang, dia tersenyum melihat seseorang. Jang Mi menghampiri orang itu. Dia Jung Woo.
“Apa kabar?” sapa Jung Woo.
“Baik. Kau sangat tampan. Selamat.”
Lalu mereka berbincang dan saling mengcapkan terima kasih.
Myung Jae sedang menikmati hidangan bersama ketua. Dia terlihat tidak tenang mencari-cari sesuatu (atau seseorang?). Ketua menegurnya, sepertinya orang yang kebelet buang air besar. (hehe..)
Myung Jae menoleh menghadap Ketua, lalu dilihatnya lah orang yang dari tadi dia cari. Jang Mi.Ketua yang juga melihatnya pun memanggilnya.
“Jang Mi. Sungguh sudah lama sekali tidak bertemu. Sangat senang bertemu denganmu. Kau semakin cantik.” Ketua berdiri dan menyalami Jang Mi dan memersilahkan dia duduk di dekat mereka.
Ketua melihat kecanggungan di antara Jang Mi dan Myung Jae. Maka dia pun pamit akan ke ruangan pengantin, dan mempersilahkan jika ada orang lain yang akan duduk di tempatnya karena dia akan lama.
“Aku pikir kau tidak akan datang. Ternyata kau datang.” Myung Jae memulai pembicaraan.
“Ya.” Jawab Jang Mi.
Kemudian Myung Jae menanyakan apakah Jang Mi tinggal dengan orang tuanya atau masih tinggal di rumah itu. Jang Mi bilang dia tinggal dirumahnya sendiri, sudah empat bulan.
Kemudian ada yang memanggil Myung Jae, dan duduk di tempat yang ditinggalkan Ketua tadi.
“Myung Jae. Lama tidak bertemu.” Seo Young menyapanya. Lalu menyadari ada Jang Mi juga dan menyapanya.
“Lama tidak berjumpa.’ Jawab Jang Mi.
“Aku dengan kalian berdua menikah. Tapi..suasananya tidak bagus.” Seo Young menyadari kecanggungan di antara mereka.
“Kami sudah bercerai.” Jawab Jang Mi.
“Maafkan aku. Aku tidak tahu. Kalian berua duduk bersama, jadi aku pikir baik-baik saja.” Ujar Seo Young.
Ketua datang dan menyapa Seo Young. Kemudian mereka mengobrol. Jang Mi dengan Ketua, dan Myung Jae dengan Seo Young. Tapi mereka berdua diam-diam saling memperhatikan.
Jang Mi mengatakan pada Ketua bahwa dia sudah berhenti bekerja dan kini kegiatannya adalah membaca dan menulis buku.
Sedangkan Myung Jae, tidak banyak bicara. Hanya Seo Young saja. Myung Jae mengajaknya minum wine, tapi Seo Young tidak bisa karena harus menyetir. Seo Youn kemudian pamit dan mengatakan akan menelpon Myung Jae nanti.
Myung Jae mengejar Jang Mi yang akan pulang dan mengajaknya mencari tempat untuk minum bersama.
***
Kini mereka berdua duduk di bar sebuah restoran. Myung Jae menanyakan tempat tinggal Jang Mi. Mereka kemudian saling menatap. Jang Mi mengatakan bahwa Myung Jae banyak berubah.
Myung Jae: “Aku bekerja di perusahaan game.”
Jang Mi: “Aku sudah mendengarnya. Aku berhenti bekerja dari bank.”
Myung Jae: “Kenapa? Lalu, bagaimana kehudupanmu sekarang?”
Jang Mi: “Membaca buku dan mendengarkan musik. Terkadang pergi ke taman hiburan, untuk bersenang-senang.”
Myung Jae merasa hidup Jang Mi sangat menyenangkan. Dan Jang Mi membenarkan. Jang Mi pun menanyakan kehidupan Myung Jae.
“Aku juga. Aku juga. Menyenangkan. Aku hidup dengan baik.” Tapi Myung Jae mengatakannya dengan menangis. Jang Mi hanya bisa menatapnya.
***
Myung Jae menulis surat untuk Jang Mi.
“Jang Mi, Hari itu aku sepertinya tidak mengatakan apa yang benar-benar ingin aku katakan. Jadi, aku mengirimkan surat untukmu seperti ini. Aku sudah memikirkannya. Aku mempunyai banyak kesalahan padamu. Setiap hari menggunakan banyak kaos kaki, setiap malam menonton televisi. Melupakan ulang tahun. Dan yang paling penting adalah aku tidak memberitahumu lebih dulu mengenai pemutusan kerja. Aku benar-benar minta maaf. Dan. Hari itu, tumis guritanya sungguh sangat enak.. dari: Myung Jae.”
Jang Mi tersenyum haru membacanya.
Dan Jang Mi pun menulis surat balasan untuk Myung Jae, tapi urung dikirimkan.
Kemudian datang lagi surat dari Myung Jae.
“Sekarang menjadi kenangan. Tidak yakin untuk dikatakan, dibandingkan denganmu, aku lebih menyukaimu. Sekarang hanya berharap kau bahagia. Berharap kau selalu bahagia.”
Beberapa waktu kemudian, Jang Mi selalu memeriksa kotak suratnya, melihat apakah ada surat dari Myung Jae lagi atau tidak. Tapi tidak pernah ada lagi.
Maka, Jang Mi pun memberanikan diri menelpon Myung Jae. Dia menanyakan mengapa Myung Jae tidak menghubunginya lagi. Karena Myung Jae tak kunjung menjawab, Jang Mi pun akan menutupnya. Namun, kata-kata Myung Jae menghentikannya.
“Ayah sakit.”
“Dimana? Apakah serius?” Tanya Jang Mi khawatir.
Myung Jae keluar dari ruang perawatan, “Tidak. Beliau baru saja melakukan operasi hemorrhoid. Tapi terlalu menganggapnya serius.”
“Apakah operasinya berjalan lancar?”Tanya Jang Mi lagi.
“Ya. Karena takut membuatmu khawatir. Aku berencana menghubungimu setelah keluar dari rumah sakit. Kau menghubungiku lebih dulu, sangat bagus.” Myung Jae tersenyum.
Jang Mi pun sedikit tersenyum. Kemudian Myung Jae memberitahu bahwa besok ayah akan keluar dari rumah sakit. Myung Jae juga meminta Jang Mi untuk datang lusa. Besok adalah akhir dari abad ke 20. Jang Mi dan Myung Jae menatap menara itu.
Myung Jae membantu ayah untuk berbaring tidur. Lalu dia sendiri berbaring di kasur kecil di samping ranjang ayahnya. Myung Jae terseyum. (Ehem, CLBK nih…)
***
Myung Jae duduk berhadapan dengan Jang Mi di sebuah kafe. Mi mengatakan abad baru benar-benar datang. Myung Jae mengatakan di internet banyak di sebutkan bahwa malam itu bumi akan diserang dan bumi akan hancur. Myung Jae mengatakan mereka akan menjadi saksi jika bumi benar-benar hancur.
Jang Mi bangun tidur di rumahnya dengan wajah cerah. Disana ada Myung Jae yang sedang mengiris bawang dengan memakai celemek.
“Selamat kau aman dan sepertinya harus mengucapkan selamat datang pada abad 21.”
“Bumi tidak dihancurkan?” Jang Mi tertawa.
“Ya.” Myung Jae mengangkat mangkok, “Makan sup tauge dengan nasi, tidak buruk kan?” Jang Mi mengangguk.
Mereka berdua saling tersenyum.
Myung Jae menyajikan supnya pada Jang Mi dan menanyakan bagaimana rasanya. Jang Mi bilang enak.
Myung Jae kemudian bertanya, “Sejak kapan kau menulis?”
Jang Mi mendongak terkejut, seakan bertanya darimana Myung Jae tahu. Myung Jae mengatakan dia melihat buku catatan di meja, karena sekali membaca ceritanya menarik maka Myung Jae membaca semuanya.
Jang Mi berterimakasih pada Myung Jae. Karena dia memulainya dengan uang yang di berikan Myung Jae padanya lewat wesel. Myung Jae terlihat bingung (sepertinya bukan dia yang mengirim) tapi kemudian bilang itu bukan apa-apa. Lalu dia minta ijin Jang Mi, mulai sekarang dia akan sering memasak untuk Jang Mi. Jang Mi hanya memandang Myung Jae, terkejut dan tak percaya dengan apa yang di dengarnya.
***
Jang Mi meminta ijin untuk rujuk dengan Myung Jae. Ayah mengijinkan, dia merasa Myung Jae tidak buruk. Tapi ibu, seperti biasanya, sedikit menentang.
Myung Jae meminta ayahnya untuk pergi keluar bersama teman-temannya, memancing atau yang lain, sebelum tidak bisa melakukannya lagi. Lalu Myung Jae juga mengatakan ingin rujuk dengan Jang Mi. Eh, ayahnya tidur… Myung Jae memandang sedih ayah yang tertidur.
Myung Jae membaringkan ayah yang tidur di kamarnya. Myung Jae lalu melihat bukti wesel di kamar ayah. Akhirnya Myung Jae menyadari bahwa yang mengirim wesel itu pada Jang Mi adalah ayah.
***
Di tempat kenangan mereka, dekat menara. Myung Jae memakaikan cincin pada Jang Mi. Cincin yang sama dengan ketika pertama kali dia melamarnya dulu.
“Aku merasa seperti menemukan kembali pemilik cincin ini.”
Jang Mi tersenyum bahagia. Myung Jae menggenggam erat tangannya.
***
Bersambung ke episode 4 (end)
Komentar:
Akhirnya mereka bisa bertemu kembali dan memutuskan untuk rujuk. Semuanya berkat kebesaran hati Myung Jae yang menyadari kesalahannya dan mencoba untuk bisa mengungkapkan perasaannya walaupun tidak secara langsung (lewat surat). Jika saja Myung Jae masih sama seperti dulu, mungkin mereka tidak akan bisa rujuk.
Akan ada ujian apa lagi dalam hubungan cinta mereka? Nantikan di episode selanjutnya! ^^
makasih mbak udah ngelanjutin sinopsisnya...
ReplyDeletesemangat ya mbak mumu tinggal 1 episode lagi hehehe..
*cahya*
Sukaaaaa, simple tp ngena, jd mnyadarkan untuk mengungkapkn ∂ƥ∂ª yg harus d ungkapkn, mncintai ∂ƥ∂ª yg harus d cintai, n td melepaskan ∂ƥ∂ª yg sharusny d genggam, n 1 yg pnting 'JUJUR' :)
ReplyDeletetinggal satu episod lagi,, semangat ya!!!!!
ReplyDeleteselalu musuh terbesar kita adl diri kita sndiri,mksh teh mumu sinopnya
ReplyDeletekirain g bakal dilanjutin, udah kadung baca, jadi penasaran, semangat yah.. I always read your posts.
ReplyDelete